Sinergi, Kunci Pencapaian Produksi Migas 1 Juta BOPD dan 12 BSCFD di 2030

Hendri Nova
Wartawan Topsatu.com

Sinergi menjadi kunci untuk usaha pencapaian produksi migas 1 juta BOPD dan 12 BSCFD di 2030. Tanpa sinergi, tentu akan ambyar hasilnya, sehingga Indonesia akan ketergantungan terus pada impor.

Seperti saat ini, besarnya impor migas Indonesia menurut keterangan yang dikutip dari skkmigas.go.id, dalam dua tahun terakhir, telah menjadi beban dalam neraca dagang dan turut memperlebar defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD).

Pencapaian target tersebut disadari semua pihak, dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang baik. Salah satunya dapat menekan defisit perdagangan migas.

Target produksi 1 juta barel minyak per hari (BOPD) dan 12 miliar standar kaki kubik gas per hari (BSCFD) pada tahun 2030, yang diinisiasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), alhamdulillah mendapatkan dukungan dari para pemangku kepentingan (stakeholders).

Dalam Konvensi 2020 International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas yang diadakan di Jakarta, semua pemangku kepentingan yang terlibat, antara lain Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Perindustrian, SKK Migas, Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Kontraktor Kontrak Kerja Sama (Kontraktor KKS), dan Indonesian Petroleum Association (IPA), telah menyampaikan aspirasinya dan mendiskusikan hal yang dapat mendukung pencapaian target 1 juta BOPD dan 12 BSCFD pada 2030.

Industri hulu migas masih memegang peran penting sebagai penggerak perekonomian nasional. Namun, produksi dari wilayah kerja yang ada saat ini relatif menurun karena lapangan yang relatif tua. Usaha peningkatan produksi mendapat tantangan lebih kuat ketika terjadi pandemi Covid-19 dan berkembang pesatnya industri energi alternatif.

Bagi Indonesia, kondisi ini cukup memprihatinkan karena migas masih berkontribusi sebesar 54 persen dari total bauran energi pada tahun 2019. Migas masih akan mendukung sebanyak 44 persen dari bauran energi pada tahun 2050. Untuk itu, perlu peningkatan produksi migas yang masif demi mendukung keberlanjutan energi tersebut.

Dalam rangka menghadapi tantangan dan kebutuhan tersebut, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencanangkan target produksi 1 juta barel minyak per hari (BOPD) dan 12 miliar standar kaki kubik gas per hari (BSCFD) pada tahun 2030, sebagai tanda kebangkitan industri hulu migas Indonesia.

Jika target dapat tercapai, maka akan menjadi puncak produksi baru bagi Indoesia karena produksi saat itu akan setara 3,2 juta barel per hari. Namun untuk mencapai target itu dibutuhkan perubahan mindset dan kemauan untuk keluar dari zona nyaman dengan melakukan upaya-upaya “Not Business As Usual”.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan pemerintah sadar betul industri hulu migas memegang peranan strategis untuk mendukung program pertumbuhan ekonomi. Bukan hanya sebagai sumber penerimaan, tetapi juga sebagai lokomotif pergerakan perekonomian.

“Industri migas setiap tahun berinvestasi sebesar US$ 10 milliar dengan faktor multiplier effect yang bisa mencapai 1,6 kali dengan penyerapan tenaga kerja yang cukup tinggi. Sebagai sumber energi dan bahan baku, industri migas memegang peranan penting dalam mendukung pengembangan industri di Indonesia,” kata Airlangga.