Padang  

Pedagang dan Masyarakat Berharap GOR tak Lagi Ditutup

Beberapa pedagang mulai beres-beres dagangannya. Suasana memang sepi pada Minggu (31/1) itu. (ist)

PADANG -Kebijakan menutup kawasan GOR H. Agus Salim selama dua hari, Sabtu (23/1) dan Minggu (24/1) lalu memang memberatkan bagi pedagang yang berjualan di sana. Penutupan selama 5 jam, dimulai pukul 05.00 WIB sampai pukul 10.00 WIB.

Walau penutupan hanya berlangsung selama 5 jam namun imbasnya cukup signifikan bagi pedagang. Buktinya, setelah kembali kawasan itu dibuka pada Sabtu (30/1) dan Minggu (31/1) masyarakat yang datang tidak banyak. Alhasil, para pedagang pun sepi pembeli.

Adalah Annisa, 45 tahun. Ibu dua anak ini berjualan Mpek-mpek Palembang. Wanita yang telah berjualan dari tahun 2015 di GOR tersebut berharap kepada pemerintah jangan lagi menutup GOR itu pada Sabtu dan Minggu.

“Saya hanya berjualan dua hari itu. Namun bisa menghidupi saya selama satu pekan,” ujar Annisa saat membuka cerita kepada Singgalang, Senin (1/2). Hari Senin sampai Jumat, Annisa hanya menerima porsi pesanan.

Omset penjualan wanita yang besar di Lubuk Linggau, Palembang dan telah lama menetap di Jalan Moh. Hatta, Anduring, Kota Padang selama dua hari itu memang cukup besar juga.

“Pendapatan saya di hari Minggu itu sebelum ditutup sampai tiga kali lipat, bisa sampai Rp3 juta, makanya saya memilih berjualan dua kali sepekan saja,” ujar ibuk dua putri ini. “Jujur ya, Pak. Setelah GOR ini dikelola oleh swasta pengelolaannya jauh lebih baik,” sambungnya.

Diceritakan perempuan asli Blitar, Jawa Timur ini, sebelum dikelola oleh swasta banyak juga uang yang mesti dikeluarkannya.

“Sebelum ini uang retribusi memang Rp5 ribu tapi pungutan lainnya juga ada seperti uang kebersihan serta ada setoran untuk orang bagak. Dulu sampai Rp15 ribu, kalau sekarang saya hanya keluarkan uang sehari Rp8 ribu sudah termasuk uang kerbersihan, dan tidak ada lagi istilah uang orang bagak” jelasnya.

Pendapat yang sama juga diungkapkan pedagang pisang krispik yang tak jauh berjualan dengan Annisa.

“Kalau sekarang pedagang mulai tertib. Uang retribusi jauh berbeda pula,” kata Wati.