Yudi Latif : Jurnalisme dan Pendidikan Bidan Kelahiran Indonesia

PADANG – Pemikir Kenegaraan dan Keagamaan Yudi Latif PhD menyatakan jurnalisme dan pendidikan merupakan bidan kelahiran Indonesia.

Bahkan tokoh pendiri bangsa Indonesia adalah jurnalis, termasuk Tokoh Pendidikan Bangsa, Ki Hajar Dewantara, awalnya juga seorang jurnalis.

Hal itu dikatakan Yudi Latif PhD saat menjadi pembicara dalam Program Fellowship Jurnalisme Pendidikan (FJP) Batch 3, yang digelar Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan (GWPP) bekerjasama dengan dengan PT Paragon Technology and Innovation, melalui Zoom Meeting Rabu (1/12), dengan materi berjudul “Penting dan Strategisnya Pendidikan dalam Mencerdaskan Kehidupan Bangsa, Memajukan Kesejahteraan Masyarakat, dan Merekatkan Keindonesiaan”.

“Hampir semua pendiri bangsa mulai dari Soekarno, Bung Hatta, M Syahrir, mereka adalah jurnalis pendidikan,” ujarnya.

Jurnalisme dan pendidikan tak bisa dilepaskan satu sama lainnya. Keduanya menjadi penerang pada suatu bangsa.

“Jurnalisme dan pendidikan ibarat suar kembar di negara kita,” kata Yudi Latif, yang pernah menjabat Kepala Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (Badan Pembinaan Ideologi
Pancasila) tahun 2017-1018 ini.

Lebih jauh dia menyebutkan, pembangunan jangkar utamanya adalah pendidikan. Hakikat pendidikan untuk meningkatkan kualitas hidup. Sedangkan kualitas hidup terkait dengan kata
kunci kapabilitas.

“Pendidikan masa depan haruslah kreatif dan berkarakter,” ujarnya.

Menurut Yudi, inti pendidikan adalah pendidikan budi pekerti. Ki Hajar Dewantara sendiri memaknai budi yaitu pikiran, perasaan, kemauan, atau dalam kata lain aspek batin. Sementara pekerti adalah tenaga, daya, atau aspek lahir.

“Pendidikan yang berkebudayaan seharusnya diterapkan ke dalam suatu konsepsi pendidikan yang relevan dan kuat untuk menghadapi tantangan era industri baru,” kata Yudi Latif.

Pendidikan juga harus memberikan kapabilitas agar manusia dapat melampaui jangkauan teknologi dan data, dengan memberikan wawasan kemanusiaan dan kebijaksanaan.

Peserta didik harus menguasai cara kerja baru dengan kemampuan untuk mendekap teknologi, bukan membuat diri jadi mesin.