Opini  

Fenomena Ranah Berlumur Rumor

Oleh : Andrinof A. Chaniago - Perantau Minang di Jakarta

Tetapi, tiba-tiba seorang anggota milis yang juga seorang ASN di sebuah kapubaten dengan enteng memposting bahwa dia membaca di grup milis pegawai sebuah Pemda bahwa saya dipecat karena saya korupsi proyek.

Saya yang tidak dia sangka ada di milis tersebut tentu saja meminta pertanggungjawaban yang bersangkutan memposting sesuatu yang seolah dia percaya kebenarannya.

Hebatnya, hingga saat ini yang bersangkutan tidak menjawab, pernah merasa bersalah dan tidak pernah minta maaf hingga saat ini. Dia lupa, jika perbuatan jahat sulit dilupakan orang.

Tetapi, saya harus sedikit berterima kasih juga secara tidak langsung kepada yang bersangkutan karena saya jadi tahu bahwa rumor-rumor negatif mudah sekali direkayasa dan disebarluaskan oleh kalangan terdidik di Ranah yang membanggakan ABS-SBK.

Meskipun Ranah Minang saat ini masih kaya dengan tokoh intelektual dan pendakwah, saya amat jarang mendengar mereka menghimbau masyarakat mencegah penyakit sosial yang satu ini.

Walaupun di dalam Al-Qur’an (QS 2: 217) dikatakan bahwa berbuat fitnah lebih besar dosanya dari membunuh, dakwah mencegah fitnah tidaklah sekencang beredarnya berbagai rumor yang menjadi bibit dari fitnah.

Bahkan, yang menyedihkan, saya pernah mendengar langsung khotib sholat Jum’at menyampaikan beberapa fitnah dan prasangka tentang pihak lain.

Sekali lagi, saya hanya ingin mengatakan bahwa perilaku membuat dan menyebar rumor merupakan fenomena yang perlu dikaji serius.

Sebab, ketika ia benar-benar menjadi budaya, maka ia akan membawa kerusahakan pada diri manusia di dunia dan akhirat.

Di dunia ruang gerak untuk berbuat kebaikan menjadi terbatas karena ia seperti genangan lumpur bercampur limbah yang membuat kitqa tidak nyaman melangkah.

Sedangkan di akhirat sudah dijanjikan pembuat rumor dan fitnah akan dimintakan pertanggungjawabannya. ***