Tragedi Kanjuruhan, Malang Masih Berduka

Oleh Eriandi

Malang masih berduka. Pascatragedi di Stadion Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022, yang menewaskan sekitar 134 suporter Aremania, hampir di setiap sudut kota di Malang tersebar spanduk dan baliho duka atas kejadian itu.

Spanduk didominasi warna hitam itu intinya mendesak pihak berwenang mengusut tuntas tragedi di Kanjuruhan.
Menyusuri setiap gang, jalan komplek atau jalan utama di Malang, spanduk dan baliho usut tuntas mewarnai kota.

Di jembatan menjelang masuk Jalan Soekarno Hatta tak hanya tulisan ‘Usut Tuntas Tragedi Kanjuruhan’, adapun sejumlah poster atau spanduk dengan tulisan ‘Gas Air Mata vs Air Mata Ibu’.

Lalu ada juga spanduk dengan tulisan ‘Datang Beratribut, Pulang Nyawa Direnggut’. Kemudian, ‘Stadion Bukan Tempat Pembantaian’.

Tulisan-tulisan itu sebagai bentuk dukungan bagi keluarga korban untuk mendapatkan kejelasan atas kasus dugaan kekerasan saat pengamanan pertandingan antara Arema Vs Persebaya.

Ratusan spanduk yang terpasang di hampir seluruh sudut wilayah Malang tersebut, mewakili sejuta harapan banyak korban yang kehilangan nyawanya. Spanduk duka cita terpampang di area Alun-Alun Tugu Malang.

Tragedi Kanjuruhan merupakan puncak dari kacau balaunya pengelolaan sepakbola di Indonesia.

Pengelolaan liga cerminan dari prestasi timnas di tingkat internasional. Selama pengelolaan kacau, selama itu pula prestasi Indonesia di kancah sepakbola tanah air tidak akan selevel dengan Jepang, Korea Selatan, Qatar atau Arab Saudi.

Di tingkat ASEAN saja, Indonesia kalang kabut mengimbangi permainan Thailand, Vietnam atau Malaysia.

Kalau lawan Brunei, Timor Leste, Laos, atau Myanmar bolehlah menang. Tapi kalau sudah berhadapan dengan Thailand, Vietnam atau Malaysia hilang kesaktian.

Bertukar pelatih dari lokal atau internasional, selama liga tidak professional, prestasi timnas bakal jalan di tempat.