Opini  

Kisah dari Lintau : Senja di Rumah Gadang Mufidah Jusuf Kalla

Catatan Egy Massadiah

Syahdan pada Jumat 21 Oktober 2022, Letjen Pur DR HC Doni Monardo, dalam kapasitas sebagai anggota Dewan Penyantun ISI Padangpanjang memberi kuliah umum di hadapan sekitar 400-an mahasiswa.

Acara berlangsung di Gedung Pertunjukan Huriah Adam. Huriah Adam adalah nama maestro tari kelahiran Padangpanjang yang meninggal 10 November 1971.

Karena tiba sehari sebelumnya, Doni Monardo memanfaatkan waktu untuk “pulang kampung” ke Sungai Tarab, Kabupaten Tanah Datar.

Yang istimewa adalah, Doni Monardo mengajak saya mampir ke rumah gadang Ibu Mufidah Jusuf Kalla di Nagari Tanjung Bonai, Kecamatan Lintau Buo Utara, Kabupaten Tanah Datar. Ini adalah kali pertama saya menghirup udara Lintau.

Senja baru saja menjelang, saat menepi di tanah leluhur Mufidah. Sebuah rumah gadang Minangkabau nan cantik dan anggun menyergap pandangan mata saya.

Gadang Trend Setter

Ciri utama rumah gadang terletak pada bentuk atap yang melengkung lancip ke atas menyerupai tanduk. Masyarakat Minang menyebutnya gonjong.

Dua gonjong di kiri, dua gonjong di kanan, dan satu gonjong menjorok ke depan, mengesankan aroma megah. Ornamen di bidang “papan banyak” (dinding luar) didominasi ukiran nuansa coklat.

Dari kerabat Mufidah Jusuf Kalla, Syahrul Udjud, saya beroleh informasi bahwa pembangunannya dilakukan tahun 2003.

“Yang menarik, rumah gadang Ibu Mufidah, akhirnya menjadi trend setter,” ujar Syahrul Udjud, yang juga mantan Walikota Padang dua periode (1983 – 1993).

Untuk diketahui, saya sudah mengenal Syahrul Udjud sejak tahun 1990 an, saat masih menjabat walikota.

Kala itu sebagai wartawan saya ikut rombongan Hajjah Siti Hardiyanti Rukmana Soeharto dalam rangka perhelatan Kirab Remaja. Kami dijamu durian di rumah walikota Padang.

Jika Syahrul Udjud menggelari rumah gadang itu menjadi trend-setter, tentu ada alasannya. Ia mengatakan, setelah bangunan itu berdiri, ramai orang Minang bertandang ke sana.