Hukum  

Kasus Suap Ekspor Benih Lobster dalam Perspektif Etika Normatif

Oleh: Audina Pramesti, Firyal Alvivah Safana, Bintang Palaon Putra Siregar

Mahasiswa S1 Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia.

Korupsi bagaikan penyakit yang sudah sangat mengakar. Apabila tidak disembuhkan, tentu akan menjalar kepada bagian-bagian tubuh lainnya. Tidak sedikit dari kasus korupsi yang telah terjadi ternyata melibatkan pejabat negara. Beberapa bulan terakhir, tindakan korupsi yang cukup disoroti masyarakat salah satunya adalah kasus suap ekspor benih lobster yang dilakukan oleh mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia, yaitu Edhy Prabowo.

Tindakan korupsi tersebut banyak dikecam oleh masyarakat karena dinilai sebagai tindakan yang buruk dan merugikan banyak pihak. Berdasarkan GONE theory, faktor yang menyebabkan Edhy Prabowo melakukan korupsi adalah greed, yakni keserakahan dirinya dan istrinya yang membeli barang mewah menggunakan uang hasil korupsi. Faktor lainnya adalah opportunity berupa kekuasaan yang dimilikinya sebagai menteri, dimana atas kekuasaannya sebagai menteri ini, ia mempunyai kewenangan untuk memberikan persetujuan pemberian izin budidaya lobster dan ekspor benih lobster.

Namun sebenarnya, bagaimana suatu tindakan dinilai sebagai tindakan yang baik atau buruk? Adakah landasan yang dapat digunakan untuk menilai suatu tindakan yang dilakukan?

Pada dasarnya, setiap perilaku manusia memiliki standar mutlak yang bersifat universal. Standar mutlak tersebut disebut sebagai etika. Etika memberikan petunjuk standar penilaian perilaku setiap manusia agar dapat berperilaku sebagaimana seharusnya. Salah satu cabang kajian etika yang memberikan standar penilaian tersebut adalah etika normatif. Analisis etika normatif digunakan untuk mengetahui apakah suatu tindakan sudah merefleksikan tindakan yang baik sesuai perilaku moral.

Bagaimana kasus suap ini dalam etika normatif?
Dalam etika normatif, setidaknya terdapat 2 unsur yang dapat dijadikan petunjuk untuk menentukan apakah suatu tindakan merupakan bentuk dari perilaku moral. Unsur yang pertama yaitu deontologi. Deontologi merupakan istilah yang berasal dari bahasa Yunani yang memiliki arti kewajiban. Unsur deontologi dalam etika normatif menekankan bahwa suatu tindakan merupakan tindakan yang baik dan benar bukan dilihat dari akibat yang ditimbulkan dari tindakan tersebut, melainkan dari tindakan tersebut yang memang sudah baik. Suatu tindakan disebut baik dan bernilai moral karena tindakan tersebut dilakukan berdasarkan kewajiban.

Salah satu tokoh filsafat, yaitu Immanuel Kant memberikan pandangannya dalam teori deontologi ini. Menurutnya, terdapat 3 prinsip untuk menentukan suatu tindakan adalah tindakan moral, dimana salah satunya yaitu agar suatu tindakan memiliki nilai moral, tindakan tersebut harus dijalankan berdasarkan kewajiban. Sebagai penyelenggara negara, terdapat beberapa kewajiban yang harus diemban sesuai pasal 5 UU Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Dalam angka 4 pasal 5 tersebut, disebutkan bahwa salah satu kewajiban penyelenggara negara adalah tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Dalam hal ini, kasus suap dalam ekspor benih lobster merupakan salah satu bentuk korupsi. Hal ini dikarenakan adanya suap tersebut ditujukan untuk menggerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu dalam jabatannya. Dalam hal ini, adanya suap tersebut bertujuan agar Edhy Prabowo, selaku penyelenggara negara, Andreau Misanta Pribadi dan Safri mempercepat proses persetujuan pemberian izin budidaya lobster dan izin ekspor benih lobster. Oleh karena itu, adanya tindakan penerimaan suap ini tidak sesuai dengan kewajiban penyelenggara yang terdapat dalam pasal 5 angka 4 UU Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999. Tindakan ini pun tidak sesuai dengan tindakan moral apabila dilihat dari unsur deontologi yang mengatakan bahwa tindakan moral adalah tindakan yang berdasarkan kewajiban.

Unsur selanjutnya dalam etika normatif adalah teleologi. Berdasarkan teleologi, baik buruknya suatu tindakan dilihat berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dari tindakan tersebut atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan dari tindakan tersebut. Unsur teleologi ini menjadikan tindakan moral sebagai sesuatu yang situasional, apabila tujuan dari tindakan tersebut baik, maka dapat dinilai tindakan tersebut merupakan tindakan yang baik dan merefleksikan tindakan moral, ataupun sebaliknya. Untuk menilai baik buruknya suatu tujuan atau akibat dari suatu tindakan, digunakan 2 aliran dalam teleologi, yaitu egoisme dan utilitarianisme.

Dalam aliran egoisme, baik buruknya suatu tindakan dilihat dari tujuannya yang mengusahakan kebahagiaan atau kebaikan diri sendiri. Egoisme seringkali berubah menjadi hedonisme, dimana tindakan yang baik merupakan tindakan yang mengusahakan kebahagiaan diri sendiri dengan hal-hal yang menyenangkan dan memaksimalkan kepuasan. Dalam hal ini, tindakan suap yang dilakukan oleh Edhy Prabowo merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk mengusahakan kebahagiaan pribadi dan memaksimalkan kepuasan. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan uang suap tersebut yang berdasarkan Putusan Nomor 30/Pid.Sus-TPK/2021/PT.DKI diantaranya digunakan untuk membeli tanah senilai Rp3.000.000.000 membeli sepeda jenis road bike dengan total nilai Rp277.000.000, membeli jam tangan mewah seharga Rp700.000.000 dan lain sebagainya. Dikarenakan tindakan suap ini bertujuan untuk mengusahakan kebahagiaan diri dengan hal-hal yang menyenangkan dan memaksimalkan kepuasan, maka berdasarkan aliran egoisme dan hedonisme, tindakan tersebut merupakan tindakan yang baik.

Namun, perlu diperhatikan lebih jauh hedonisme yang menekankan kebahagiaan pada kenikmatan lahiriah semata dapat mengarah pada bentuk hedonisme yang negatif. Dalam hal ini, sebagian besar uang hasil suap yang diterima oleh Edhy Prabowo dibelanjakan untuk memperoleh kenikmatan lahiriah. Hal ini menunjukkan hedonisme yang dilakukan oleh Edhy Prabowo dapat mendorong kepada hedonisme yang negatif. Aliran selanjutnya untuk menilai baik buruknya suatu tujuan dan akibat suatu tindakan adalah aliran utilitarianisme.