Ikhsyat Syukur : Wartawan Harus Lebih Cerdas dari Narasumber

Suasana zoom meeting program Fellowship Jurnalisme Pendidikan (FJP) Batch IV yang digagas Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan (GWPP) berkolaborasi dengan PT Paragon Technology and Innovation, Rabu (18/5/2022). Zoom kali ini menghadirkan naras sumber praktisi pendidikan Indonesia Ikhsyat Syukur. Ist

PADANG-Jurnalis atau wartawan profesi yang berperan dalam mencerdaskan bangsa. Caranya dengan menghasilkan karya yang baik dan berkualitas. Tak hanya itu wartawan juga harus lebih cerdas, paling tidak sama cerdas dengan narasumber.

Begitu disampaikan salah satu pengamat pendidikan Indonesia Ikhsyat Syukur, yang menjadi narasumber dalam program Fellowship Jurnalisme Pendidikan (FJP) Batch IV yang digagas Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan (GWPP) berkolaborasi dengan PT Paragon Technology and Innovation, Rabu (18/5/2022).

“DNA Wartawan itu sebagai pekerja intelektual yang profesional. Karena itu, tugas Utama wartawan ialah mencerahkan masyarakat (kehidupan bangsa). Untuk itu, wartawan harus hadir sebagai cahaya penerang untuk mencerahkan masyarakatnya,” ujar Ikhsyat yang juga Penggagas Sekolah Ilmuwan Minangkabau (SIM).

Menurutnya, jurnalis pendidikan juga dapat mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini juga sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 terkait cita-cita bangsa salah satunya mencerdaskan kehidupan bangsa.

“Kawan-kawan wartawan punya peran penting untuk membantu mencapai cita-cita kemerdekaan atau pendiri bangsa yakni mencerdaskan kehidupan bangsa,” terangnya.

Saat ini, sebutnya dibutuhkan wartawan yang berkualitas, independen dan objektif dalam memandang permasalahan, khususnya di bidang pendidikan. Informasi yang disajikan wartawan sangat penting dalam membentuk masyarakat yang kritis, kreatif, dan produktif sehingga dalam hal ini fungsi pers sebagai kontrol terhadap berbagai isu pendidikan bisa berjalan sepenuhnya.

“Fungsi wartawan dalam hal ini adalah menyoroti isu-isu yang berkembang dalam pendidikan, termasuk jika ada kesenjangan. Wartawan harus mengawal sejak dalam tataran kebijakan, mulai dari daerah hingga ke pusat. Wartawan harus objektif dan bertanggung jawab terhadap pemberitaan yang positif dan valid,” terangnya.

Menurut Ikhsyat, wartawan harus paham kaidah-kaidah jurnalistik sehingga juga bisa menjadi penuntun masyarakat untuk meningkatkan daya literasinya.

“Jadi, masyarakat bisa kritis, bisa membedakan mana berita benar, berita salah, jadi gak ditelan mentah-mentah,” ucapnya.

Diceritakan Ikhsyat, pada tahun 1990-an dalam sebuah jumpa pers seorang pejabat memaparkan rilis asal-asalan tentang perekonomian. Pejabat tersebut merasa wartawan yang hadir tidak paham dengan data yang dia sampaikan. Hingga seorang wartawan muda angkat tangan dan mengkritik habis-habisan rilis yang disampaikan. Wajah sang pejabat ketika itu langsung merah padam. Kejadian saat itu terekam dengan baik oleh wartawan yang ada. Sebab data rilis yang disampikan memang asal-asalan. Lalu sipejabat bertanya wartawan muda itu dari media apa, lulusan perguruan tinggi mana. Sampai sang pejabat, terkejut dia lulusan kampus papan atas di Indonesia.

Sejak saat itu, setiap kali akan jumpa pers sang pejabat selalu mempertanyakan, apakah wartawan muda yang menyangkal rilisnya tersebut datang atau tidak. Wartawan muda itu akhirnya selalu ditunggu kehadirannya oleh pejabat tersebut.

“Inti dari cerita saya, wartawan itu harus cerdas. Jika tidak wartawan akan dengan mudah dikibuli dengan data-data yang tidak benar oleh narasumber. Bagaimana supaya wartawan bisa cerdas? Harus banyak membaca, diskusi dengan banyak orang,” ujarnya.