Dewan Pendidikan Sumbar Tolak dan Minta SKB 3 Menteri Dicabut

PADANG – Dewan Pendidikan Sumatera Barat menyatakan penolakan dan meminta SKB 3 Menteri soal seragam sekolah untuk dicabut.

Hal itu disampikan Ketua Dewan Pendidikan Sumbar Dr. H. Syarifuddin, M.Pd. melalui surat bernomor 004/DP-SB/A/I/2021, tanggal 12 Februari 2021, Perihal : Penolakan dan Permintaan Pencabutan SKB 3 Menteri.

Surat itu ditandatangani Dr. H. Syarifuddin selaku ketua dan Dr. Ismira, M.Pd selaku sekretaris. Surat itu ditujukan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia di Jakarta.

Ketua Dewan Pendidikan menyatakan penolakan dan permintaan pencabutan SKB 3 Menteri itu dilakukan dengan berbagai pertimbangan.

“Dengan berbagai pertimbangan, kami dari Dewan Pendidikan Sumatera Barat meminta kepada Bapak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia dan dua kementerian lainnya untuk mencabut SKB 3 Menteri ini,” katanya.

Berbagai pertimbanhan tersebut antara lain Pancasila, UUD 45 dan Filosofi Budaya Minangkabau yang berbunyi “Adat Basandi Syara’ Syara’ Basandi Kitabullah”, merupakan cita-cita ideal bangsa yang sudah seiring sejalan untuk menciptakan manusia Indonesia yang beriman, cerdas, berkarakter dan berbudaya. Pakaian muslimah merupakan salah satu upaya untuk merealisasikan cita-cita tersebut.

Kemudian, Indonesia selama ini dibanggakan dengan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” (Berbeda tapi Tetap Bersatu). Indonesia dibangun dengan keindahan dan keragaman budaya lokal, dengan tiang-tiang yang dibangun pejuang dan pemuka agama. Oleh karena itu kita mesti menghargai perjuangan mereka dengan cara menjaga warisan-warisan dan kearifan agama dan budaya sebagai moral bangsa.

Dia juga mengatakan pendidikan agama, termasuk tata aturan berpakaian yang sopan di sekolah merupakan bagian dari proses pendidikan yang dalam implementasinya membutuhkan kerjasama antara guru, orangtua, sekolah, masyarakat dan pemerintah. Kebijakan melarang peran pemerintah daerah dan sekolah untuk mengatur dan mengimbau peserta didik berpakaian sesuai agamanya tidak sesuai dengan prinsip dasar pendidikan, pendidikan agama, dan penguatan pendidikan karakter.

Karena itu, katanya secara substantif SKB 3 Menteri tersebut tidak sejalan dengan regulasi yang lebih tinggi, yaitu: Pancasila, Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, yang pada prinsipnya bangsa Indonesia melaksanakan perintah agama dan kepercayaannya masing-masing dengan tetap mengedepankan harmoni dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Kemudian undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, pasal 31 ayat (3): “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang”;

Selanjutnya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 3: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab;

Juga Peraturan Pemerintah 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan Penyelenggaraan Pendidikan, pasal 169 ayat 1 peserta didik berkewajiban: khususnya point: (b) menjalankan ibadah sesuai dengan agama yang dianutnya dan menghormati pelaksanaan ibadah peserta didik lain; (c) menghormati pendidik dan tenaga kependidikan; (d) memelihara kerukunan dan kedamaian untuk mewujudkan harmoni sosial; dan (k) mematuhi semua peraturan yang berlaku; serta pasal 209: Peserta didik yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa peringatan, skorsing, dan/atau dikeluarkan dari satuan pendidikan oleh satuan pendidikan;

Dan Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter, pasal 1 ayat (1): Penguatan Pendidikan Karakter yang selanjutnya disingkat PPK adalah gerakan pendidikan di bawah tanggung jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan pelibatan dan kerja sama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM). Pasal 2 ayat (1) menjelaskan salah satu nilai karakter yang ditanamkan satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat itu adalah karakter religius.

“Persoalan SMK 2 Padang adalah persoalan kekeliruan personal sehingga terlalu luhur untuk ditanggapi dengan SKB 3 Menteri ini. Kami Dewan Pendidikan Sumatera Barat juga tidak setuju dengan kebijakan siswi nonmuslim memakai jilbab, namun tidak berarti kewajiban memakai seragam muslim/muslimah untuk siswa muslim harus dicabut,” pungkasnya. (benk)