Benang dan Pena yang Menantang Jalan Hidup

Silvia Piobang bersama sang ibu tercinta Suryati. dok silvia

“Saat itu saya mulai terbiasa dengan kondisi tanpa dua tangan, karena orangtua memberi semangat demi hari esok. Hingga saya melanjutkan sekolah ke SMA. Dalam perjalan saya merasa minder dengan kondisi yang saya jalani. Hingga saya bertemu Pak Shadiq Pasadigue. Beliau memberi saya semangat untuk tetap sekolah hingga ke perguruan tinggi. Ini hal yang tak akan saya lupakan seumur hidup,” bebernya.

Saat itu, Shadiq Pasadigue menjabat sebagai bupati. Dia meluangkan waktu untuk menyemangati Tiara agar terus melanjutkan pendidikan.

“Sampai sekarang saya masih ingat pesan Pak Shadiq. Saat itu bapak bilang kalau bapak akan terus mendukung Tiara. Menyekolahkan Tiara dimana saja Tiara inginkan. Dari sana saya mendapat semangat dan saya tidak menyia-nyiakannya. Pak Shadiq saja ingin saya sukses, maka saya harus sukses,” kenang anak pertama dari tiga saudara itu.

Tamat SMA, Tiara berencana tidak melanjutkan pendidikannya. Lagi-lagi Shadiq Pasadigue menyemangatinya, untuk kuliah. Shadiq pun menghubungi ibunda Tiara.

“Buk, Tiara harus kuliah. Tidak boleh berhenti di SMA saja,” kata Tiara mengulang kalimat yang pernah diucapkan Shadiq beberapa tahun silam.

Sampai akhirnya Tiara masuk perguruan tinggi, Shadiq yang mengantar dia mendaftar di Universitas Andalas Padang. Semangat Tiara kembali membara, karena dukungan mantan orang nomorsatu di Tanah Datar itu. Saat ini Tiara tercatat sebagai mahasiswi jurusan psikologi Unand. Dia lulus sebagai mahasisa bidik misi.

Selama menempuh pendidikan di Unand, Tiara juga sering diundang sebagai pemateri atau motivator generasi muda. Sebab dengan kondisinya tanpa dua tangan, Tiara tetap eksis dan mampu menularkan ilmu positif kepada orang lain, agar tetap bersyukur dengan kondisi yang diberikan Tuhan.

Untuk menulis misalnya, Tiara menggunkan tangan kanannya yang tinggal sampai siku. Dengan kondisi disabilitas yang dijalani sekarang, Tiara berharap kepada semua pihak agar memberi semangat kepada kaum disabilitas. Semangat bagi mereka adalah jembatan bagi kaum disabilitas dalam menjalani hidup untuk masa depan.

Rekan dan para dosennya di kampus pun tak memandang sebelah mata atas kekurangan dalam dirinya. Mereka justru mendukung Tiara untuk banyak hal. Hidup Tiara terasa makin berarti. Dukungan dan aliran semangat dari orangtua, keluarga dan orang-orang sekitarnya makin mengguatkan dirinya untuk menatap masa depan yang membentang luas.

*

Ketika tangan dan kaki tidak lagi berfungsi, lirih hati menjalani takdir. Dunia seakan tamat. Kesempurnaan yang dulu ada, hilang karena sebuah peristiwa. Hanya orang-orang kuat dan terpilih mampu menerima jalannya. Hingga mereka bangkit dan bersinar bagi sesama.*