Narapidana Datang Terpidana, Pulang Jadi Montir

Penampakan narapidana di Bukittinggi saat belajar montir. Ist

“Selain pembimbingan ini, Bapas juga bertugas melakukan pengawasan untuk klien pemasyarakatan, pendampingan, penelitian kemasyarakatan dan bagian dari tim pengamat pemasyarakatan (TPP) dalam proses pemasyarakatan secara komprehensif,” jelasnya dalam pembukaan pelatihan ini.

Kabapas menyebutkan, kegiatan pembekalan ini disasar kepada WBP dan telah dan akan menjadi klien Bapas dan akan menjalani reintegrasi sosial dan atau bebas. Dengan anggapan kejahatan hanya gejala terjadinya disorganisasi dalam masyarakat, pelaksanaan pembinaan menurut Kabapas sedapat mungkin memberikan ruang yang luas bagi masyarakat dan pelanggar hukum untuk saling berinteraksi.

Pelanggar hukum menurutnya dapat menginternalisasi nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Sehingga pendekatan reintegrasi menghendaki bahwa mantan pelanggar hukum mendapatkan pelayanan yang lebih dan pembimbingan jangka panjang.

“Sedapat mungkin membantu menghilangkan stigma yang telah diterimanya dalam rangka membantu mereka dalam bersosialisasi dengan masyarakat dan tidak semata-mata bertahan hidup. Salah satunya dengan memberikan pembimbingan. Baik bimbingan kemandirian seperti ini atau kepribadian untuk membenahi dan menguatkan mental atau rohani mereka,” beber putra 50 Kota ini.

Kalapas Bukittinggi Marthen sebagai pembina kegiatan ini menyambut baik pelatihan yang dilaksanakan Bapas Bukittinggi ini. Bapas sebagai mitra strategis Lapas sebagai pelaksana prinsip-prinsip Pemasyarakatan perlu melaksanakan pelatihan serupa lebih banyak.

“Pelatihan ini merupakan wujud prinsip pertama dari 10 prinsip pemasyarakatan. Ayomi dan berikan bekal agar mereka dapat menjalankan perannya sebagai warga masyarakat yang baik dan berguna. Paling tidak untuk diri mereka dan keluarganya dulu,” harap Marthen.

Kalapas tidak memungkiri keterbatasan anggaran untuk pelaksanaan pelatihan serupa menjadi salah satu kendala. Baginya dan pihak Bapas, keterbatasan bukanlah jawaban dalam menghadapi tantangan pelaksanaan pemasyarakatan yang semakin berat. Pihak Lapas dan Bapas menyadari sepenuhnya keterbatasan sumber daya dalam menjalankan proses pemasyarakatan secara menyeluruh.

Namun, kehadiran Pokmas Lipas seperti pihak AHASS relatif mengeliminasi keterbatasan yang ditemui. Pihak Bapas dan Lapas Bukittinggi berharap kegiatan ini dapat mengubah stigma tentang penjara sebagai kampus kriminalitas. Memang tidak akan semudah harapan itu. Sebab, perubahan adalah harapan yang harus dipaksa untuk menjadi nyata. 107