Narapidana Datang Terpidana, Pulang Jadi Montir

Penampakan narapidana di Bukittinggi saat belajar montir. Ist

BUKITTINGGI-Tak kurang dari 20 orang narapidana atau warga binaan pemasyarakatan (WBP) yang tengah menjalani pidana menyiapkan diri untuk kembali ke masyarakat. Kali ini, mereka mendapatkan bekal pelatihan mekanik sepeda motor yang diselenggarakankan oleh Balai Pemasyarakatan Kelas II Bukittinggi (Bapas Bukittinggi) bertempat di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Bukittinggi (Lapas Bukittinggi).

Budi, 38 tahun, salah seorang WBP yang mendapatkan pelatihan tersebut mengaku terlihat antusias mendapatkan kesempatan langka tersebut. Ia yang sebelum terjerat kasus pidana adalah pebalap motor cross semi-profesional, mengaku pelatihan seperti ini ia tunggu-tunggu untuk membunuh hari-hari sanksi pidananya.

“Sebelum ini juga ada pelatihan serupa, Pak. Cuma baru kali ini saya mendapatkan pelatihan bidang montir. Kata petugas pembinaan di sini, kuota yang tersedia terbatas dan saya bersyukur sekali bisa mendapatkan kesempatan menjadi salah satu peserta,” ujarnya sumringah sembari melakukan praktik pemasangan piston sepeda motor.

Pelatihan yang dilangsungkan di lingkungan “tak biasa” tersebut, menurut Afrizal, salah seorang instruktur, animo pesertanya relatif berbeda dibandingkan peserta didik konvensional yang ia temui. Semangat WBP untuk mengikuti setiap pelatihan sangat tinggi. Bahkan ada peserta yang tidak sabaran untuk melanjutkan ke tahapan berikutnya karena harus menunggu rekannya yang lain untuk praktik.

“Sementara bahan praktik kita terbatas. Tentunya kita harus bergantian agar semua peserta mendapatkan kesempatan dan materi ajar yang merata. Namun, hal itu tidak menjadi kendala serius,” ulas instruktur dari Sentral Service AHASS Bukittinggi.

Peserta pelatihan lainnya, Irfan, 29 tahun, yang dulunya sudah berprofesi sebagai mekanik. Ia yang terlibat tindak pidana narkotika mengakui penggunaan narkotika dalam jangka waktu yang relatif lama membuat keterampilannya secara kualitas menurun drastis. Ia yang dulunya sudah paham untuk bongkar-pasang mesin sepeda motor, setelah mengenal narkotika sebelum terjerat tindak pidana bekerja, hampir tidak ingat pelajaran yang ia peroleh sebelumnya.

“Alhamdulillah saya mendapatkan pelatihan ini , pak. Keterampilan sebagai mekanik yang menjadi rutinitas saya sehari-hari dulu, akibat narkoba banyak yang lupa. Saat di bawah pengaruh narkoba, ritme bekerja saya kacau. Saya sampai lupa mana yang kunci pas mana yang kunci ring,” ceritanya di sela-sela istirahat pelatihan.

Instruktur membenarkan apa yang disebut Irfan. Irfan yang sebelumnya sempat magang di tempat ia bekerja, awalnya adalah mekanik yang cepat belajar. Setelah terlibat di lingkaran setan narkotika, kerjanya mulai berantakan. Sebagai instruktur ia dahulu sudah mengingatkan Irfan untuk menjauhi barang haram tersebut karena sudah melihat gejala yang tidak beres pada Irfan.

Sayangnya, Irfan bebal. Alhasil, penyesalan terungkap setelah bertemu kembali dengan instruktur yang pernah membimbingnya. Irfan mengaku tidak akan lagi menyentuh narkotika. Cerita kuno tentang pengaruh narkotika yang menjadi stimulus untuk bekerja lebih baik hanyalah isapan jempol belaka.

“Bukannya lebih fokus, kerja malah jadi berantakan. Dari pengamatan sekilas kunci 12 ternyata dirasakan tangan kunci 10. Setelah dicoba kunci 10 tak muat. Eh dicoba lagi ternyata kunci 15. Kan, kacau pak infusnya,” ulasnya menertawai diri.

Pelatihan yang dilangsungkan sejak 6 hingga 20 September 2021 tersebut, menurut Kepala Bapas Bukittinggi Elfiandi menggandeng mitra kerja dari Kelompok Masyarakat Peduli Pemasyarakatan (Pokmas Lipas). Yakni, Sentral Service AHASS Bukittinggi.

Ia menjelaskan sebagai salah satu Pokmas Lipas, pihak AHASS menyediakan tenaga instruktur untuk pembinaan kemandirian ini. Salah satu tugas Bapas menurut Elfiandi adalah pembimbingan. Pembinaan kemandirian ini adalah salah satu bentuknya.