Indonesia Stabil Berkat OJK Penjaga Perekonomian di Masa Pandemi

Dari sisi fiskal, pelaksanaan anggaran hingga akhir tahun akan terus dimaksimalkan. Kebijakan moneter dan makroprudensial yang akomodatif akan terus ditempuh. Program kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit perbankan dan lembaga pembiayaan akan terus didukung.

Dari sisi pengelolaan fiskal, APBN telah melaksanakan fungsi countercyclical yang efektif pada triwulan III 2020, ditunjukkan dengan defisit APBN hingga akhir triwulan III 2020 yang mencapai Rp682,1 triliun atau 4,16 persen terhadap PDB.

Realisasi Pendapatan Negara adalah sebesar Rp1.159,0 triliun atau 68,2 persen dari target dalam Perpres Nomor 72 tahun 2020, atau tumbuh negatif 13,7 persen (yoy), seiring kontraksi pada penerimaan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP), sesuai dengan perlambatan aktivitas ekonomi dan peningkatan pemanfaatan stimulus perpajakan.

Realisasi Belanja Pemerintah mengalami akselerasi pada triwulan III 2020 dengan pertumbuhan 15,5 persen (yoy), mencapai Rp1.841,1 triliun atau 67,2 persen dari anggaran. Belanja meningkat tajam pada program PEN serta percepatan penyaluran Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD).

Ke depan, Pemerintah akan terus mendorong pelaksanaan APBN sampai dengan akhir tahun anggaran 2020 dan mulai mempersiapkan pelaksanaan APBN 2021, untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi.

Dari sisi moneter, BI melanjutkan kebijakan moneter dan makroprudensial yang longgar. Selama triwulan III 2020, suku bunga kebijakan BI 7 – Day Reverse Repo Rate (BI-7DRR) telah diturunkan sebesar 25 bps menjadi 4,00 persen.

BI juga memperkuat bauran kebijakan dengan (i) melanjutkan kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sejalan fundamental dan mekanisme pasar; (ii) melanjutkan injeksi likuiditas (Quantitative Easing) ke pasar keuangan dan perbankan; (iii) melanjutkan komitmen pendanaan APBN melalui pembelian Surat Berharga Negara (SBN) dari pasar perdana dalam mendukung program PEN; (iv) memperpanjang periode ketentuan insentif pelonggaran giro wajib minimum (GWM) Rupiah sebesar 50 bps bagi bank yang menyalurkan kredit UMKM dan ekspor impor serta kredit non – UMKM sektor – sektor prioritas dalam PEN sampai dengan 30 Juni 2021; (v) memberikan jasa giro kepada bank yang memenuhi kewajiban GWM dalam Rupiah; dan (vi) melanjutkan perluasan akseptasi Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) untuk percepatan pemulihan ekonomi dan keuangan digital khususnya UMKM sebagai bagian dari upaya pemulihan ekonomi.
Ketahanan sektor jasa keuangan masih dalam kondisi yang baik dan terkendali ditunjukkan oleh permodalan dan likuiditas yang memadai serta profil risiko yang terjaga. Rasio permodalan bank, Capital Adequacy Ratio (CAR), terjaga di level yang cukup tinggi pada Agustus 2020, yaitu 23,39 persen dibandingkan triwulan II 2020 yang berada di level 22,50 persen serta Risk-Based Capital (RBC) industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing sebesar 506 persen dan 330,5 persen.

Kecukupan likuiditas perbankan juga terjaga dengan ditunjukkan oleh indikator Alat Likuid per Non Core Deposit (AL/NCD) hingga 14 Oktober 2020 menguat menjadi 153,60 persen sementara triwulan II 2020 tercatat sebesar 122,59 persen dan rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) berada di level 32,88 persen dibandingkan 26,24 persen pada triwulan II 2020, jauh berada di atas threshold minimum.

Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Agustus 2020 tumbuh sebesar 11,64 persen (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan pada akhir triwulan II 2020 yang sebesar 7,95 persen, didominasi oleh pertumbuhan DPK BUKU 4 yang mencapai 15,26 persen (yoy). Sementara itu, kredit perbankan tumbuh sebesar 1,04 persen (yoy) pada Agustus 2020 setelah mengalami kontraksi yang cukup dalam pada bulan April hingga Juni 2020.

Penghimpunan total premi untuk industri asuransi tercatat sebesar Rp326,7 triliun sampai dengan Agustus 2020, lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2020 yang mencapai Rp243,2 triliun. Di pasar modal, penghimpunan dana hingga 20 Oktober 2020 mencapai Rp92,2 triliun dengan 45 emiten baru, dan terdapat 50 emiten yang akan melakukan penawaran umum mencapai Rp21,2 triliun.

Profil risiko lembaga jasa keuangan sedikit mengalami peningkatan pada Agustus 2020 tercermin dari rasio non-performing loan (NPL) gross sebesar 3,22 persen sementara pada triwulan II 2020 sebesar 3,11 persen. Non-perfoming financing (NPF) perusahaan pembiayaan pada Agustus 2020 berada pada level 5,23 persen, sedikit meningkat dari posisi pada triwulan II 2020 yang berada di level 5,17 persen.