Hari Ini, Dua Kali Saya Mendengarkan Khotbah

M.Khudri

LUBUK BASUNG.-Masjid kami penuh oleh jemaah salat Idul Fitri 1444 Hijriyah. Tak hanya orang tua dan dewasa, anak dan remaja baik laki laki maupun perempuan, duduk berdesakan dalam masjid, hampir seimbang jumlahnya. Itu pertanda bahwa hampir semua anggota rumah tangga di lingkungan saya di Lansano hadir ke masjid untuk melaksanakan ibadah salat Idul Fitri yang hukumnya sunnah muakad.

Sebagai pengurus masjid, saya diminta untuk menjadi “motivator” sidakah badoncek, fastabiqul khairat judulnya, atau berlomba lomba untuk kebaikan. Saya pegang lah alat pengeras suara. “Ada dua tujuan sedekah kita, untuk bekal diri kita sendiri dan untuk kita transfer pahalanya kepada orang tua kita yang sudah meninggal!” kata saya diantara kata yang saya sampaikan.
Dengan wajah berseri seri, banyak sekali jemaah yang bersedekah atas nama orang tua masing masing yang sudah meninggal, hanya butuh waktu 10 menit, terkumpul infaq Rp. 8,5 juta, “Alhamdulillah pacah rekor, biasanya dapat Rp.4 juta saja ” kata sekretaris masjid Dt Yohanis.
Selesai penggalangan dana, langsung salat dengan Imam dosen Upgrisba Sumbar dari Padang, ustad Azwar S. Ag M.Hi namanya. Imam membaca ayat salat, sauranya menghiba, jemaah mengikuti dengan tenang tak ada terdengar suara anak anak bergelut dibelakang, tandanya salat tenang, salat berlangsung lancar.
Ustad Azwar berkhotbah, penyampaiannya menyenangkan, tekanan suaranya datar dan tenang, walaupun agak cepat dia bicara tapi bisa dipahami isinya. Dia ingatkan jemaah akan ancaman terhadap ketakwaan yang telah diraih selama Ramadhan dan cara menghadapinya. “Alhamdulillah penyampaian ustad sesuai dengan keadaan sekarang, sangat bermanfaat. Terima kasih buya” kata Bendahara masjid Dita Widya.
Berselang tiga setengah jam setelah khotbah Idul Fitri saya kembali mendengarkan khotbah, kali ini khotbah jumat. Kali ini ustad Drs.Yan Fitriayadi yang berkhotbah, alumnus IAIN Imam Bonjol ini menguraikan bulan Syawal adalah bulan silaturrahmi.
“Dibandingkan bulan-bulan lainnya, pada bulan inilah umat Islam sangat banyak melakukan amaliah silaturahmi, mulai mudik ke kampung halaman, saling bermaafan dengan teman atau tetangga, halal bi halal. Betapa Syawal pun menjadi bulan penuh berkah, rahmat, dan ampunan Allah karena umat Islam menguatkan tali silaturahmi dan ukhuwah Islamiyah” kata Yan Fitriyadi.
Sebelum salat Jumat, saya bertanya kepada ustad Yan Fitriadi ini, “Buya apakah memang ada keterangan membolehkan tidak salat Jumat, ketika salat Idul Fitri jatuhnya pada hari Jumat” tanya saya.
Langsung saja dijawabnya, ” Tak pernah saya temui keterangan seperti itu, yang jelas salat Jumat ini fardu, sedangkan salat Idul hanya sunnah, mana yang lebih kuat perintahnya? Hari raya sesungguhnya adalah hari Jumat, karena kewajiban salat Jumat ” kata Ustad ini.

Kata ustad ini, dalam Madzhab Syafi’i apabila Lebaran jatuh pada hari Jumat maka wajib untuk melaksanakan salat Jumat, kecuali orang yang hidupnya di lembah-lembah (menggambarkan orang yang hidup zaman dahulu yaitu orang-orang yang rumahya jauh dari masjid).

Jumhur ulama dari kalangan Hanafiyyah Malikiyyah, tetap melaksanakan salat Jumat. Mereka berpegang pada dalil keumuman hukum salat Jumat sebagaimana disebutkan dalam Q.S Al-Jumu’ah ayat 12-13.

“Salat Jumat merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim, yang dilaksanakan dengan berjamaah, kecuali empat orang yaitu hamba sahaya, wanita, anak kecil, dan orang sakit.” (HR. Abu Dawud). Berdasakan hadis ini mereka mewajibkan salat Jumat apabila bertepatan dengan hari raya.
Tapi ada juga ulama yang berpandangan Salat Jumat tidak wajib jika bertepatan pada hari raya, kelompok ulama itu adalah yang bermadzhab Hambali. Dalil yang diambil sama dengan nash yang telah tersebut di atas. Dalam madzhab Hambali, keringanan (rukhsah) untuk tidak Salat Jumat bertepatan di hari raya berlaku bagi seluruh kaum muslim, bukan hanya penduduk yang tinggal di pedalaman saja.

Atas perbedaan itu saya berpendapat pilihan kita tergantung kepada kemauan hati kita masing masing. Kalau saya “tak nyaman jiwa” jika tak salat ketika panggilan salat datang. Sama dengan “fasilitas” jamak salat yang diberikan Allah, saya tidak gunakan fasilitas itu diperjalanan berapa pun jauhnya perjalanan, jika diperjalanan saya punya kesempatan melaksanakan salat diwaktu, ternyata ibadah itu soal hati. (M.Khudri).