CSR Pertamina Merenda Pariaman jadi Kawasan Konservasi Alam

Tracking Mangrove, salah satu program CSR PT Pertamina DPPU BIM dalam upaya menjaga kelestarian hutan mangrove. (yuni)
Ikan cantik, salah satu penghias di Taman Terumbu Karang Pulau Ujung, Pariaman. (tomi)

Itu juga diakui Unit Manager Communication & CSR MOR I, Roby Hervindo. “Pada 2019 ini, kami bersama TDC melanjutkan program konservasi terumbu karang. Kita sudah membuat bersama roadmap program selama beberapa tahun mendatang,” jelasnya.

Berbeda dengan sebelumnya, taman bawah laut kali ini akan terdiri dari beberapa struktur bangunan mini khas Minang, diantaranya Jam Gadang di bawah laut. “Selain sebagai tempat tumbuh terumbu karang, kami harapkan ke depannya, bisa menjadi spot wisata,” ujar Roby.

Lebih dari itu, konservasi terumbu karang dan biota laut serta upaya konservasi lainnya yang dilakukan diharapkannya bisa membawa manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar.

Move on

Soal manfaat dari program kepedulian Pertamina ini diakui beberapa warga yang dijumpai di Desa Wisata Apar. Imel, pedagang minuman di kawasan itu mengaku, dulu sebelum adanya tracking mangrove, dia hanya duduk diam di rumah menunggu suaminya pulang melaut. “Sejak ada kawasan ini, saya buka usaha menjual makanan dan minuman,” tutur perempuan 25 tahun itu.

Imel tak sendiri. Bersamanya ada 29 pemilik lapak lainnya yang berjualan mengais rezeki di sana. Meski tak setiap hari ramai, paling tidak mereka tetap bisa berusaha membantu menambah penghasilan untuk menghidupi keluarganya. “Saya berjualan di sini, sejak ada tracking mangrove. Biasanya menjahit. Tapi, kini berjualan saja. Menjahitnya saat bulan Ramadhan, karena kan kalau Ramadhan tidak mungkin berjualan,” tutur Esi, pedagang lainnya.

Membangun kesadaran

Begitulah. Terpenting dari langkah Pertamina menggelontorkan dana CSR untuk berbagai konservasi diakui Tomi membantu menyadarkan warga akan pentingnya menjaga alam. Ide membuat tracking mangrove diakuinya berawal dari keprihatinan akan buruknya perlakuan masyarakat terhadap kawasan mangrove.

Mereka secara serampangan mengambil berbagai tanaman mangrove untuk kemudian dijadikan kayu bakar. “Ide awal membangun jembatan tracking ini untuk memberikan penyadaran kepada oknum-oknum masyarakat yang selama ini gemar menebang dan merusak pohon mangrove untuk kayu api atau kebutuhan lain,” ceritanya.

Sebagai sesama masyarakat, pihaknya diakui Tomi tidak bisa melarang tindakan itu. Bahkan, ancaman dilaporkan ke polisi, juga tak mempan untuk oknum penebang pohon bakau yang justru balik melawan para anggota TDC.