BPK Tangguh dan Tepercaya, Indonesia Jaya

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan (LK) Mahkamah Agung Tahun Anggaran (TA) 2020 di Kantor Mahkamah Agung (bpk.go.id)

“Sebagaimana kita tahu kan sekarang pemerintah lagi empot-empotan nyari duit, cari tambahan pendapatan negara makanya kan kemarin heboh kita sembako mau dipajaki, tapi kan akhirnya ngeles cuma sembako-sembako premium. Itu kan karena publik berteriak,” jelasnya.

BPK Tepercaya

Hadirnya LHP LKPP 2020 ini ke tengah-tengah masyarakat, disambut rakyat Indonesia dengan rasa percaya tinggi. Mereka yakin, apa yang disampaikan BPK RI benar adanya, maka mereka meminta pemerintah untuk berhati-hati dan kalau bisa jangan menambah hutang lagi.

Bahkan Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Syarief Hasan seperti dikutip dari mpr.go.id, juga sangat percaya dengan apa yang dikatakan BPK RI, dengan mempertanyakan pernyataan Presiden Jokowi terkait dengan hasil audit BPK RI terhadap kondisi pengelolaan utang luar negeri milik Indonesia.

Syarief Hasan menilai, pernyataan Presiden Jokowi tidak mencerminkan kondisi ekonomi Indonesia yang hari ini sedang lesu, bahkan cenderung memburuk. “Ekonomi masih berada di bawah minus dan masih resesi, ditambah utang luar negeri yang terus membengkak, tetapi Pemerintah malah menganggapnya sebagai kondisi yang aman,” ungkap Syarief Hasan.

Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat ini menyebutkan, pengelolaan keuangan negara pada Kuartal II-2021 semakin memprihatikan.

“Dari berbagai kajian akademis, menunjukkan bahwa pertumbuhan utang luar negeri Indonesia semakin jauh melampaui pertumbuhan PDB Indonesia. Rasionya kini hampir mendekati 42% yang tentu sangat berbahaya bagi Indonesia dan menimbulkan kekhawatiran dari BPK RI.”, tutur Syarief Hasan.

Syarief Hasan juga mengingatkan pemerintah terkait kondisi keuangan dan PDB Indonesia yang sangat timpang dengan utang luar negeri. “Tren pertumbuhan utang luar negeri ditambah bunga utang, jauh melampui tren pertumbuhan Produk Domestik Bruto dan penerimaan negara sehingga sangat berbahaya terhadap Indonesia.”, ungkap Syarief Hasan.

Syarief Hasan juga menyebut, rasio utang luar negeri terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) hampir mencapai 42% dan mendekati batas maksimal yang disebutkan di dalam UU Keuangan Negara.

“Tahun lalu, rasionya masih 37%, lalu merangkak 38,5%, dan kini telah mencapai 41,64%. Kondisi ini menunjukkan pengelolaan utang Indonesia sangat buruk, tetapi Pemerintah malah menganggapnya aman saja,” ungkapnya.

Politisi Senior Partai Demokrat ini pun mengingatkan Pemerintah untuk memperhatikan rekomendasi BPK RI dan IMF sebagai lembaga yang kompeten dalam urusan keuangan.