Teror Varian Omicron dan Keajaiban Indonesia 

“Setiap orang mempunyai hak mendapatkan pelayanan kesehatan dasar sesuai kebutuhan medis, kebutuhan pangan, dan kebutuhan kehidupan sehari- hari lainnya selama karantina.” (Pasal 8).

Soal karantina dan lama karantina juga bikin gaduh. Berubah- ubah. Tantowi Yahya, mantan Dubes RI di New Zealand, sepulang ke Tanah Air, menjalani karantina 10 hari. Hari Selasa Tantowi sudah menjalani 8 hari karantina. Sempat dia tanya, apakah ketentuan baru soal karantina berlaku surut? Dia bertanya di WAG. Saya meresponnya dengan kelakar.

“Anggap saja lagi berpuasa Pak Dubes. Yang lebaran (karantina) cepat, berarti Muhammadiyah. Yang lebarannya belakangan, NU. Ikut pemerintah”.

Ada juga diskriminasi dalam aturan karantina ini. Sempat dinikmati anggota DPR-RI, Mulan Jameela, dan keluarga secara terang-terangan.

Ada juga permainan agency hotel. Sebenarnya, itu tak perlu terjadi tempo hari jika otoritas konsisten memberlakukan aturan yang ada. Atau: bebaskan saja para pendatang dari luar negeri karantina di rumah masing- masing dengan persyaratan ketat. Sambil dipantau melalui aplikasi satgas Covid-19. Kalau melanggar, baru dikenakan sanksi dan denda berat. Metode itu berlaku di beberapa negara. Buat apa pula bikin aturan yang ujungnya hanya memberatkan keuangan negara maupun rakyat yang sudah payah akibat pandemi. (*)