Sengketa Perbatasan, Bupati Tanah Datar Ajak Warga Menahan Diri

Bupati Tanah Datar H. Irdinansyah Tarmizi, saat membezuk korban bentrok dua nagari bertetangga, pekan kemarin, antara Nagari Sumpu dengan Nagari Bungotanjuang.(Musriadi Musanif)

BATUSANGKAR – Konflik yang melibatkan masyarakat dalam suatu kampung atau antarkampung, bisa terjadi kapan dan di mana saja. Semua pihak diminta menahan diri, dan menempuh jalan-jalan bijak dalam menyelesaikan setiap pertikaian.

Demikian diutarakan Bupati Tanah Datar H. Irdinansyah Tarmizi, Kamis (12/12), saat berdialog dan bersilaturahim dengan masyarakat dari Kecamatan X Koto, Batipuah, dan Batipuah Selatan (Batsel), di Gedung Pertemuan Batipuah.

Dialog yang dimoderatori Kepala Badan Perencanaan Penelitian dan Pengembangan (Baperlitbang) Tanah Datar Alfian Jamrah itu, diikuti walinagari, pengurus Kerapatan Adat Nagari (KAN) dan perwakilan-perwakilan masyarakat dari ketiga kecamatan yang populer dengan istilah Basko itu.

“Perhatian pemerintah daerah cukup untuk membangun kawasan ini. Tidak ada perbedaan dengan kawasan lain di Tanah Datar. Dalam pembiayaan pembangunan misalnya. Pemerintah mengalokasikan Rp24 miliar untuk X Koto, Rp19 miliar Batipuah, dan Rp11,9 miliar Batipuah Selatan,” kata bupati.

Bila ditotal, anggaran yang dikucurkan 2019 tersebut mencapai angka Rp54,9 miliar. Dananya teralokasi pada nagari-nagari yang ada, dan bersumber dari berbagai pembiayaan, mulai dari APBD Tanah Datar sampai kepada APBD provinsi dan APBN.

Menyinggung tentang konflik yang terjadi dengan kasus terakhir sengketa perbatasan antara Nagari Sumpu dan Nagari Bungo Tanjuang, Irdinansyah mengajak semua pihak untuk saling menahan diri.

Sebagaimana banyak diberitakan media, pekan kemarin, terjadi bentrok antara masyarakat Sumpu dan Jorong Kapuah di Nagari Bungo Tanjuang. Pokok persoalannya bermula dari sengketa batas daerah. Bentrok itu menyebabkan tiga warga luka-luka dan menjalani perawatan di rumah sakit.

Bupati berpendapat, menyelesaikan persoalan tapal batas daerah di Tanah Datar, sejatinya menganut filosofis problem solving (penyelesaian masalah) yang ada di dalam tatanan adat dan budaya Minangkabau.

“Kusuik-kusuik bulu ayam, paruah juo nan ka manyalasaian (paruh jugalah yang akan memperbaiki kusut bulu pada ayam),” katanya.(musriadi musanif)