Padang  

Sekolahalam Selenggarakan Alek Minangkabau ke-10, Terbuka untuk Umum

Miya Maharani

PADANG – Awalnya, Sekolah Alam Minangkabau, di bawah naungan Yayasan Pelita Aksara, merupakan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dengan nama Pelita Aksara Child Care & Education, melayani anak-anak usia 0-6 tahun.

Berdiri sejak 26 Juli 2005, awalnya fokus pada kelompok bermain dan tempat penitipan anak selama satu tahun.

Pada tahun ajaran 2006/2007, Yayasan Pelita Aksara berkolaborasi dengan Yayasan Alam Semesta untuk mengembangkan sekolah ini menjadi model sekolah alam, dinamai Sekolah Alam Minangkabau (SAM).

SAM dirintis pada 24 Februari 2006, dan pada tanggal yang sama, sejak 10 tahun silam, diperingati sebagai even Alek Minangkabau. Kali ini, even tersebut bertemakan Baralek Gadang.

Hingga kini, SAM menyediakan pendidikan mulai dari PAUD Kelompok Bermain (PG), Taman Kanak-kanak (TK), hingga Sekolah Dasar (SD).

“Sekolah Alam Minangkabau menerapkan konsep Sekolah Berbasis Alam, di mana alam menjadi ruang belajar, dan mendukung pendidikan inklusi berbasis nilai kearifan lokal,” ujar Miya Maharani, Direktur Sekolah Alam Minangkabau.

Miya juga menyebutkan bahwa SAM berlokasi di Jalan Ujung Pandang No. 11, Ulak Karang Selatan, Kecamatan Padang Utara, Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat.

Dalam waktu dekat, Sekolah Alam Minangkabau akan menyelenggarakan program Alek Minangkabau yang ke-10.

“Alek Minangkabau adalah program andalan Sekolah Alam Minangkabau, program yang menggantikan muatan lokal budaya alam Minangkabau,” kata Miya, yang juga mencalonkan diri sebagai anggota legislatif DPRD Kota Padang Dapil 5 Padang Timur, Padang Selatan dari Partai NasDem.

Miya menjelaskan bahwa program ini terbuka untuk semua, tidak hanya siswa, tetapi juga guru, orang tua, dan masyarakat sekitar yang ingin belajar tentang budaya Minangkabau.

“Metode ini adalah action learning, di mana siswa belajar langsung dari sumbernya dan juga melibatkan orang tua dan masyarakat. Edukasi melibatkan semua stakeholder terkait. Sebagai contoh, orang tua juga terlibat dalam proses menggali dan memahami prosesi budaya di daerah asal mereka,” pungkas Miya. (rl)