Saat Pandemi Covid-19, Bangkit Setelah Beralih ke Penjualan Online

Defrinal, suami Ema bersama adik dan anaknya sedang packing sepatu yang sudah dipesan secara online. (ist)

BOGOR-Pandemi Covid-19 yang melanda negeri ini telah merontokkan sendi-sendi perekonomian. Tak terkecuali para pedagang di pasar. Jual beli turun drastis, lantaran pengunjung sepi.

“Jauh benar bedanya, antara sebelum pandemi dengan saat pandemi terjadi. Tadinya pengunjung ke toko rata-rata sepuluh orang tiap hari, sekarang boleh dikatakan nyaris tak ada. Pengunjung sangat sepi,’ungkap Yulismawati (40 tahun), pedagang pakaian di pasar grosir, Pasar Anyar, Kota Bogor, Jawa Barat, pekan lalu.

Ema, panggilan akrab Yulismawati mengaku pandemi Covid-19 yang mulai menimpa Indonesia, Maret, awalnya tidak begitu berpengaruh. Pengunjung yang datang ke ke tokonya masih ada yang datang meski jumlahnya berkurang.

Tapi seiring kasus Covid-19 meningkat, pengunjung di Pasar Anyar mulai sepi. Sementara Ema sendiri baru memperpanjang kontrak tokonya yang sudah ditempati selama empat tahun terakhir. Stok barang (kebaya) juga banyak di toko bermerek Rifqy Collection itu, karena baru dipesan.

“Pengunjung sepi dan jual beli tak ada. Terpaksa dua karyawan saya di toko, digaji dengan uang simpanan yang ada. Mereka dibayar setiap hari. Kalau kondisi biasa, setiap bulan juga mendapat bonus tergantung hasil penjualan,”kata Ema yang berdua dengan suaminya, Defrinal (40 tahun), mengelola toko tersebut.

Tetapi kondisi itu hanya bisa bertahan kurang sebulan. Ema berpikir, lama-lama seperti itu bisa karam. Simpanan yang ada, akan habis. Sedangkan biaya hidup mesti dikeluarkan. Juga gaji karyawan di tokonya.

Akhirnya Ema mendatangani tetangganya, Buk Yuli, yang berjarak sekitar 20 meter dari rumahnya. Sebab, setiap lewat di sana, ada kesibukan di rumah Buk Yuli. Aktivitas membungkus barang dagangan. Ternyata jual sepatu secara online.

“Saya pun bertanya dan belajar berdagang secara online kepada dia. Saya tertarik dan diajarkan. Lantas saya coba dan tahap awal mengambil barang dari dia. Alhamdullilah, bisa,” kata Ema.

Awalnya bisa dijual sehari lima sampai sepuluh pasang, lantas mendekati bulan puasa, sekitar akhir April penjualan sepatu terus meningkat, mencapai 20-an pasang hingga 100 pasang. Seminggu jelang Ramadhan, rata-rata penjualan sepatu 200-an pasang sehari.

Aktivitas di rumah petak yang dia kontrak bersama suami dan seorang anaknya yang masih bocah, Rifqy (6 tahun), makin meningkat. Suaminya, Defrinal yang mengantarkan pesanan ke ekspedisi.

Usai lebaran, permintaan sepatu mulai menurun. Rata-rata penjualan sehari berkisar 20-an pasang dan ini sudah lumayan. Menurut Ema, dari penjualan secara online ini, dia hanya mengambil keuntungan Rp10 ribu sampai Rp15 ribu per sepasang sepatu.