Puncak Tongging, Legenda Danau Toba, dan Lampu Pocong Kota Medan

Catatan Ilham Bintang

Danau Toba, adalah danau tekto-vulkanik di Sumatera Utara. Usianya 77 ribu tahun. Panjang danau 100 kilometer dan lebar 30 kilometer. Itulah mengapa saat perjalanan dari Parapat ke Tongging, sejauh perjalanan berkendara mobil yang berjarak 60 km, danau itu seperti mengawal di sisi jalan. Airnya tenang. Kawan seperjalanan, wartawan senior Asro Kamal Rokan terpaksa memindahkan koper di kursi belakang kiri untuk dia duduki sambil merekam penampakan danau dengan ponselnya.

Danau Toba dianggap sebuah keajaiban alam yang sangat menakjubkan. Terbentuk dari letusan dahsyat sebuah gunung api, Gunung Toba, yang terjadi pada puluhan ribu tahun lalu. Dengan kedalaman 450 meter, Danau Toba lebih mirip lautan daripada danau. Sudah begitu, ada pula sebuah pulau besar, Pulau Samosir, di tengah danau terbesar di dunia ini. Untuk ke Samosir, harus menggunakan perahu atau kapal feri. Perjalanan kurang lebih satu jam. Samosir merupakan desa adat Batak.

Putri Jelmaan Ikan

Danau Toba bukan hanya penampakan fisik, tapi juga memiliki legenda. Berdasarkan cerita rakyat yang dipercaya masyarakat setempat, Danau Toba dulunya adalah sebuah dataran kering yang ditinggali seorang pria bernama Toba. Suatu ketika, Toba mendapatkan seekor ikan mas, yang kemudian berubah menjadi wanita cantik. Toba terkejut. Wanita jelmaan ikan mas tersebut bermohon untuk tidak dibunuh.

Keduanya saling jatuh cinta dan menikah. Sebelum menikah, ikan mas jelmaan ini memberi syarat yakni tidak menjelaskan asal-usulnya, termasuk nanti kepada anak-anak mereka. Toba setuju. Dari pernikahan itu, lahir seorang anak lelaki yang diberi nama Samosir.

Anak lelaki itu berperilaku buruk, sering melawan, membantah, dan tidak mau membantu orangtuanya. Suatu kali, ibunya menyuruh Samosir mengantar makanan untuk Toba di sawah. Toba tidak langsung menemui ayahnya, melainkan bermain dengan teman-temannya. Ayahnya sudah menunggu makanan dari tadi dan mulai tidak sabar. Eh, Samosir malah menyantap makanan yang dititipkan ibunya.

Begitu Toba tahu makanan sudah habis, kesabarannya hilang. Dia memarahi Samosir dan menghadik keras “dasar kau anak ikan”. Penyebutan anak ikan ini melanggar janji sebelum pernikahan Toba dengan istrinya yang merupakan jelmaan ikan.

Tidak berselang lama, gelombang air menenggelamkan sejumlah desa dan menjadi danau luas dan dalam. Istri Toba kemudian berubah kembali menjadi ikan dan menceburkan dirinya ke danau. Sedangkan Samosir lari ke atas bukit dan selamat. Tempat itu kelak dikenal dengan nama Pulau Samosir yang berada di tengah Danau Toba.

Cerita rakyat ini dipercaya sebagian masyarakat. Legenda pernah ditulis Rosmilan Pulungan dan Amanda Syahri Nasution dalam buku berjudul Nilai Moral dan Kerja Keras dalam Dongeng Danau Toba yang diterbitkan Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Kabut asap

Kami beruntung bisa menikmati keindahan danau itu di hari pertama, Selasa (20/6).Dari tempat menginap, Hotel Niagara, yang lokasinya di atas bukit di Desa Parapat, Simalungun, Sumatera Utara. Kami tiba di lokasi sore, lumayan bisa menikmati keindahan danau saat matahari terbenam.

Namun, Rabu (21/6) pagi cuaca berubah. Saat kami meninggalkan Parapat menuju Tongging, Danau Toba diselimuti kabut. Airnya yang tenang berwarna biru terang seperti tak berdaya melawan kabut. Menurut penduduk setempat, kabut berasal dari asap pembakaran lahan di sekitarnya. Tidak jelas apakah pembakaran itu legal atau bukan. Tak ada informasi pula apakah kejadian itu sudah dilaporkan ke pihak otoritas.

Yang pasti, kabut telah mengganggu mood wisatawan yang hendak berburu keindahan panorama Danau Toba. Kalau betul ada pembakaran hutan, saya kira ini harus segera diatasi pemerintah daerah.Sebab tidak mustahil akan mempengaruhi kunjungan wisatawan. Mau lihat keindahan danau tapi tertutup kabut asap.