Muhammadiyah, Membumikan Islam di Bumi Sikerei

PEMBANGUNAN MASJID -Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Barat, Ustadz H. Solsafad Rustam, S.Pdi, MA, saat meletakkan batu pembangunan pertama Masjid Taqwa Muhammadiyah  di Dusun Sao, Desa Bosua, Kecamatan Sipora Selatan,  Kabupaten Kepulauan Mentawai. (ist)

Kondisi alam yang demikian merupakan tantangan bagi para dai dan mubalig Muhammadiyah untuk membumikan ajaran Islam di sana, perlu adanya mental yang kuat untuk menaklukkan alam. Di samping itu, secara organisasi Muhammadiyah terkendala dengan jumlah sumber daya manusia (baca: dai. Sehubungan dengan hal itu, PW Muhammadiyah Sumbar berupaya secara intens melahirkan dai-dai muda melalui pelatihan dai dan perekrutan dai dari sejumlah organisasi Islam dan Perguruan Tinggi yang dapat menjawab tantangan tersebut.

Peluang siar Islam di Mentawai, menurut Solsafad, masyarakat Mentawai merupakan penduduk yang terbuka dengan adanya perubahan yang lebih baik untuk kehidupan mereka, termasuk bebas menganut kepercayaan dan agama manapun. Masyarakat lokal hidup berdampingan secara damai dengan pendatang, mereka menjunjung tinggi kebhinekaan dan persatuan. Kondisi demikian tentunya memberikan kesempatan baik bagi Muhammadiyah menggelar gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar (menegakkan kebenaran dan mencegah perbuatan yang buruk).

Peran Muhamamdiyah

Setelah A.R. Sutan Mansur melakukan tablig keliling di sejumlah daerah di Nusantara, termasuk di Mentawai (1926-1929), daerah ini kemudian menjadi tujuan bagi para dai dari sejumlah daerah di Sumbar yang datang ke sana untuk menyebarkan agama Islam. Gerakan dakwah mereka tentunya sangat terbatas karena dihadapkan pada medan kehidupan yang berat seperti tantangan alam, perbedaan bahasa dan budaya.

Berbicara tentang sejarah Muhammadiyah di Mentawai ,setidaknya hal itu tergambar secara jelas pada tahun 1980-an, jelas H. Solsafad. Hal itu ditandai adanya usaha PWN Muhammadiyah membeli tanah seluas 6.000 kilometer persegi di Km 6 Tuapejat di Kecamatan Sipora Utara, yang kini merupakan kawasan ibukota Kabupaten Kepulauan Mentawai. Di lokasi tersebut telah didirikan antara lain Masjid Taqwa Muhamamdiyah, Panti Asuhan, Kantor Pimpian Daerah Muhammadiyah Mentawai, serta Kantor Pengurus Aisyiyah setempat. Seluruh sumber dana itu berasal dari donasi yang berhasil dikumpulkan dari para kader Muhammadiyah yang berdomisili di sejumlah daerah di Sumatera Barat dan juga perantau Minang di Jakarta. Bahkan, orang Minang di Amerika dan Irak juga memberikan donasinya.

Di samping memiliki pengurus daerah di Tuapejat, Muhammadiyah juga memiliki pimpinan cabang, seperti di Sipora Utara, Sipora Selatan, Muara Siberut (ibukota Kecamatan Siberut Selatan), Muara Sikabaluan (ibukota Kecamatan Siberut Utara). Organisasi Islam ini juga telah melantik kepengurusan Pemuda Muhamamdiyah. Ke depan, katanya, akan didirikan pimpinan cabang di enam kecamatan lainnya. Mentawai memiliki 10 kecamatan, 43 desa dan 202 dusun.

Saat ini, ada beberapa amal usaha Muhammadiyah di Mentawai, seperti masjid/musala yang tersebar di Tuapejat di Sipora Utara, di Sao Sipora Selatan, Muara Siberut, Muara Sikabaluan, sejumlah TK/PAUD, serta panti asuhan.

Kegiatan rutin yang diselenggarakan Pengurus Wilayah Muhammadiyah, antara lain menyebar dai Muhammadiyah, menggelar muhibbah rihlah dakwah di daerah pedalaman, menyelenggarakan tablig akbar dalam waktu dekat, pelatihan untuk para dai muda yang akan ditempatkan di Mentawai. “Setiap tahun kami (baca: Pengurus Wilayah Muhammadiyah Sumbar) melatih 25 orang dai, selain mengasah kemampuan mensiarkan Islam juga memahami kearifan budaya lokal dan tantangan alam,” kata Solsafad.

Para dai yang direkrut tersebut berasal dari kader-kader Muhamamdiyah terbaik di Sumatera Barat, bantuan tenaga dai dari Asia Muslim Charity Foundation, mendatangkan sejumlah dai dari Solo (Jawa Tengah). Beberapa tahun sebelumnya juga telah bekerjasama dengan IAIN Batusangkar untuk menempatkan mahasiswa yang mengikuti program Pengabdian Masyarakat ke Mentawai, baik untuk dakwah maupun bidang konseling.

Guna memperlancar kegiatan dakwah, para dai mendapatkan bantuan sepeda motor (ada enam unit sepeda motor), dan bantuan dana gaji sebesar Rp1,5 juta per bulan. Ke depan, pihaknya juga akan membeli perahu boat guna memperlancari operasional dari satu pulau ke pulau yang lainnya.

Selain dakwah, Muhammadiyah melalui organisasi wanita Muhammadiyah, Aisyiyah juga telah memberdayakan ekonomi keluarga (mewujudkan home industry) melalui program pelatihan mengolah ubi, talas, pisang menjadi keripik sebagai upaya menambah penghasilan keluarga.