Opini  

Membuang Rasa Curiga di Ladang Dakwah Indonesia

Ramainya umat saat melaksanakan shalat di Masjid Raya Sumatera Barat.

Gusnaldi Saman
wartawan www.topsatu.com

Mengaitkan agama dengan tindakan terorisme adalah sebuah kesalahan besar.
Terorisme adalah terorisme. Teroris adalah teroris. Terorisme tidak ada
hubungannya dengan agama apapun.
(Presiden Jokowi)

Heboh soal intoleransi, radikalisme hingga terorisme di negeri ini, memang sering dihubung-hubungkan dengan agama. Fenomena itu bergulir sejak lama, hingga hari ini. Dan, Islam yang paling disudutkan. Pesantren, penceramah, terlebih mereka yang berjenggot, bergamis, bercelana cingkrang, tak luput pula dari tudingan miring tersebut.

Betapa tidak, sejumlah ustadz yang dirangkum topsatu.com, ikut merasakan dan mengaku masih menerima kabar demikian.

“Ya, ada saja satu peristiwa penangkapan yang diduga teroris, setelahnya selalu ada imej negatif untuk Islam. Stigma itu terbangun terus-menerus,” aku Ustadz Nasril, yang sering mengisi pengajian di sejumlah masjid di Kota Padang.

Katanya, bila sinisme terhadap Islam seperti ini, terus berlanjut, kontan tak hanya bisa mengganggu kenyamanan beribadah, tapi bisa merusak tatanan keberagaman bangsa ini.

“Islam ya Islam. Jangan dikait-kaitkan pula dengan radikal atau urusan teror meneror. Tak baik membangun rasa curiga dalam beragama. Soal radikalisme dan terorisme, semua pihak harus ikut mencegahnya,” sambung Nasril.

Dia mengaku, di bumi nusantara ini, terlebih di era digital, bermedia sosial, begitu mudah menggulirkan rasa curiga, menyebar fitnah. Terhadap berbagai program dan kegiatan keagamaan, seperti soal sertifikasi penceramah yang digulirkan Kementerian Agama RI, misalnya, pun terbilang ‘seksi’, ikut menuai pro-kontra. Banyak pula yang menaruh curiga.

Kata Ustadz Nasril, yang berkembang di tengah masyarakat memang demikian. Terlebih dalam pelatihan sertifikasi tersebut, ada disebut-sebut salah satu materinya dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), dan ini seolah-olah benih-benih radikalisme itu, ada pada kelompok pendakwah tersebut.

“Padahal bukan begitu bukan? Tapi, rasa curiga itu sudah muncul duluan. Ini yang terkadang salah kaprah dan justru bisa membuat goncang di tengah umat,” jelasnya.

Untuk sertifikasi penceramah, dia menilai, sepanjang untuk menambah pengetahuan yang tidak hanya soal keagamaan tapi juga pemahaman kebangsaan dan keberagamaan bangsa ini, justru sangat bagus.
Namun demikian, sebut Nasril, rasa khawatir boleh saja, ya semisal ada nantinya pembatasan materi ceramah bagi yang sudah bersertifikat. Bila itu dilakukan, kontan kebebasan penceramah dalam menyampaikan materi ceramahnya, akan terhalangi.

Pimpinan Quran Learning Center (QLC) Andalas, Padang, Ileh Satria, pun melihat plus minus sertifikasi penceramah dimaksud. “Sertifikasi untuk membuat seorang penceramah menjadi berkompeten, ya bagus. Tapi setelah itu jangan ada pengkotak-kotakan,” tegasnya, singkat.