Kajari Tegaskan Tidak Ada Pemberlakuan Khusus, Didepan Hukum Semuanya Sama

SOLOK – Kajari Solok Andi Mentrawijaya, SH, MH menegaskan tidak ada pemberlakuan khusus terhadap siapa saja yang mengalami persoalan tindak pidana apalagi terkait tindak pidana yang menjadi atensi negara seperti narkoba.

“Semua kita perlakukan sama didepan hukum, tidak ada pemberlakuan khusus, semuanya dijalankan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku saja,” kata Kajari kepada sejumlah awak media yang hadir dalam acara peliputan pemusnahan barang bukti kejahatan di kantor Kejaksaan setempat, Rabu (15/4).

Menurut lelaki asal Palembang itu, hukum hadir untuk ditegakan oleh karena itu penting semuanya menyadari di setiap diri kita masing-masing adanya kesadaran hukum sebagai penuntun agar tidak terjadi perbuatan yang dapat berdampak terjadinya tindak pidana.

Sehubungan dengan Keadilan Restoratif yang gencar saat ini digaungkan Kajari menjelaskan Keadilan Restoratif diatur berdasarkan Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan berdasarkan keadilan Restoratif, juga mengatur Penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan.

Menurutnya dalam program itu, Kejaksaan Negeri Solok dalam sejumlah perkara telah berhasil melaksanakan dan hasilnya turut mendapat apresiasi dari kejaksaan agung.

Lebih jauh beliau jelaskan, tidak semua perkara dapat diberikan Restoratif Keadilan. Diantara perkara yang dikecualikan tidak berlaku restoratif keadilan adalah:
a. tindak pidana terhadap keamanan negara, martabat Presiden dan Wakil Presiden, negara sahabat, kepala negara sahabat serta wakilnya, ketertiban umum, dan kesusilaan;
b. tindak pidana yang diancam dengan ancaman pidana minimal;
c. tindak pidana narkotika;
d. tindak pidana lingkungan hidup; dan
e. tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi.
Kemudian dalam peraturan tersebut juga menjelaskan Perkara tindak pidana dapat ditutup demi hukum dan dihentikan penuntutannya berdasarkan Keadilan Restoratif dalam hal terpenuhi syarat sebagai berikut: a. tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana;
b. tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun; dan
c. tindak pidana dilakukan dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan akibat dari tindak pidana tidak lebih dari Rp2.500.000,OO (dua juta lima ratus ribu rupiah).

“Bahwa berdasarkan Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan berdasarkan keadilan Restoratif, penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif dilakukan dengan memenuhi syarat: a. telah ada pemulihan kembali pada keadaan semula yang dilakukan oleh Tersangka dengan cara:
1. mengembalikan barang yang diperoleh dari tindak pidana kepada Korban;
2. mengganti kerugian Korban;
3. mengganti biaya yang ditimbulkan dari akibat tindak pidana; dan/ atau
4. memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan dari akibat tindak pidana;
b. telah ada kesepakatan perdamaian antara Korban dan Tersangka; dan
c. masyarakat merespon positif.

Kasi Intel Rova menambahkan keadilan restoratif akan dapat dilakukan apabila antara pelaku dan korban sepakat untuk berdamai dengan memperhatikan hal-hal yang menjadi syarat sesuai dengan Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan berdasarkan keadilan Restoratif, penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif. (Oky)