Opini  

Imunisasi Bukan Suntik Mati

Mengkhawatirkannya lagi, 18 juta dari 25 juta anak yang melewatkan satu atau lebih dosis vaksin itu tidak menerima dosis tunggal DPT sepanjang tahun. Mereka umumnya berasal dari Indonesia, India, Nigeria, Ethiopia, dan Filipina.

Pandemi Covid-19 telah mengganggu keberlanjutan aktifitas manusia. Termasuk gangguan yang signifikan terhadap pelayanan kesehatan primer di Indonesia. Pengobatan untuk anak-anak sulit didapat, begitu halnya imunisasi. Pelaksana tugas Perwakilan UNICEF, Robert Gass bahkan menyebut bahwa anak-anak di Indonesia berisiko besar tertular penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin seperti difteri, tetanus, campak, rubella, dan polio. Jutaan anak berada dalam situasi kesehatan yang cukup genting.

Mengejar ketertinggalan imunisasi pada anak, UNICEF bersama mitra dan pemerintah melakukan kampanye Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN). Kampanye ini dimulai pada bulan Mei 2022 lalu. Ketika itu pemerintah menargetkan 27 juta anak mendapatkan suntikan dengan sasaran di daerah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua. Sementara, untuk tahap kedua yang dimulai pada bulan Agustus 2022, berlangsung di Jawa dan Bali.

Pada kampanye BIAN ini dilakukan pemberian imunisasi tambahan campak-rubela dan pemberian imunisasi pada anak yang belum mendapatkan imunisasi lengkap. Siapa saja anak yang akan diimunisasi saat BIAN? Anak yang menjadi sasaran imunisasi tambahan campak-rubela saat BIAN menyasar Provinsi Aceh, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Sasarannya adalah anak usia sembilan bulan sampai dengan kurang dari lima belas tahun. Kemudian di Provinsi Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Lampung, seluruh provinsi di Pulau Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua dengan sasaran yakni anak usia sembilan bulan sampai dengan kurang dari dua belas tahun. Serta di Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur dengan sasarannya adalah anak usia sembilan bulan sampai dengan lima puluh sembilan bulan.

Sedangkan untuk sasaran Imunisasi Kejar adalah anak usia dua belas bulan sampai dengan lima puluh sembilan bulan di seluruh provinsi. Terutama bagi yang tidak atau belum lengkap mendapatkan imunisasi OPV, imunisasi IPV, dan imunisasi DPT-HB-Hib. Sedangkan di Provinsi Bali dan DIY tidak melaksanakan pemberian imunisasi tambahan campak-rubela, namun tetap melaksanakan Imunisasi Kejar.

Pada BIAN ini, diberikan imunisasi kepada anak usia 9 bulan hingga anak yang akan memasuki Sekolah Dasar. Bagi anak usia 9-11 bulan yang belum mendapatkan imunisasi rutin campak-rubela dosis pertama maka dosis imunisasi tambahan campak-rubela saat BIAN dicatat sebagai cakupan imunisasi dasar lengkap dan BIAN. Kemudian bagi anak usia 18-24 bulan yang telah mendapatkan 1 dosis imunisasi rutin campak-rubela maka hasil layanan saat BIAN dicatat sebagai cakupan imunisasi lanjutan baduta (imunisasi campak-rubela dosis kedua) dan BIAN.

Bagi anak usia 18-24 bulan yang telah mendapatkan 3 dosis imunisasi rutin DPT-HB-Hib maka hasil layanan saat BIAN dicatat sebagai cakupan imunisasi lanjutan baduta (imunisasi imunisasi DPT-HB-Hib dosis keempat) dan BIAN. Selanjutnya, bagi anak (yang akan memasuki kelas 1 sekolah dasar) di wilayah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua yang mendapatkan imunisasi tambahan campak-rubela saat BIAN, maka hasil layanan saat BIAN dicatat sebagai cakupan BIAS campak-rubela bulan Agustus dan BIAN.

Namun begitu, BIAN yang dilaksanakan sepanjang tahun 2022 belum begitu menggembirakan. Kementerian Kesehatan mencatat, pelaksanaan BIAN tahap I di Jawa dan Bali memang hampir mencapai target nasional. Waktu itu, penerima imunisasi tanbahan campak-rubela sebanyak 9.236.593 anak atau 97,9 persen. Sementara hasil yang kurang menggembirakan terjadi di luar Jawa dan Bali. Penerima imunisasi tambahan campak dan rubela hanya sebanyak 17.287.803 anak atau 63,9 persen dari target.

Selain itu pemerintah juga mengajak orangtua untuk memberikan imunisasi ganda bagi anaknya. Anak yang mengalami ketertinggalan imunisasi, diharapkan mendapatkan pemberian suntikan ganda. Pemberian suntikan ganda ini dilakukan dalam satu kali kunjungan vaksinasi. Suntikan ganda dilakukan pada lokasi yang berbeda, namun jika dilakukan di lokasi yang sama, jarak satu suntikan dan suntikan lainnya adalah 2,5 cm.

Seperti dikutip dari salah satu media nasional, Ketua Komite Penasehat Ahli Imunisasi Nasional (ITAGI), Prof. Dr. Dr. Sri Rezeki Hadinegoro, Sp.A(K) menyebut bahwa vaksin kombinasi atau suntikan ganda sangat berguna dan sudah dilakukan oleh negara-negara lain. Bahkan WHO sudah lama memberikan suntikan tersebut di negara maju dan berkembang. Seperti di Amerika Serikat, Spanyol dan German. Di Amerika Serikat, 249 dan 1.712 anak dilakukan pemberian vaksin PCV + DtaP-IPV-HBV pada bulan yang sama.

Lalu di Spanyol, 619 anak mendapatkan vaksinasi PCV + DtaP-HBV-IPV/Hib pada bulan yang sama. Dari hasil tersebut antigen vaksin teruji aman dan efektif, serta dapat merespon imun antionemulokal pada bayi dan anak. Kemudian di German, 604 anak dilakukan pemberian vaksin PCV + DtaP-HBV-IPV/Hib pada bulan yang sama. Dari hasil tersebut, antigen vaksin tersebut memiliki profil keamanan dan kemanfaatan yang teruji.