Hukum  

Dugaan Investasi Mukena Bodong, Ratusan Investor Merugi Hingga Rp13 Miliar

M. Nur Idris

BUKITTINGGI – Merasa ditipu investasi bodong yang berkedok skema penjualan mukena dan selendang yang diduga dilakukan seorang perempuan berinisial RY (37) bersama reseller atau kaki tangannya yang semuanya berdomisili di Koto Hilalang Kecamatan Ampek Angkek, Kabupaten Agam. Ratusan investor merasa dirugikan membuat Laporan Polisi di Polda Sumbar. Kerugian mencapai Rp13 Miliar.

Sebanyak 140 orang berasal berbagai daerah yang menjadi korban penipuan investasi bodong ini, melapor ke SPKT Polda Sumbar didampingi oleh Tim Kuasa Hukum dari Kantor Pengacara/Advokat M. Nur Idris & Associates. Laporan Polisi sudah dilakukan dengan Surat Tanda Terima Laporan (STTL) No.STTL/336.a/VIII/YAN/2002/SPKT-Sbr tanggal 28 Agustus 2021 yang lalu.

“Informasi dari penyidik minggu ini akan dipanggil saksi-saksi untuk menguatkan laporan polisi ini” kata M. Nur Idris, Selasa (7/9).

Setidaknya lebih dari 500 orang diperkirakan menjadi korban investasi bodong dengan skema money game atau permainan uang yang berkedok sebagai pengelola barang memproduksi mukena daan selendang. Ternyata kegiatan investasi pengelolaan mukena dan selendang hanya usaha fiktif belaka.

Nur Idris menerangkan terlapor RY (37) bersama beberapa pengelola investasi yang kesemuanya merupakan warga di Koto Hilalang.

Adapun modus yang dilakukan terlapor bersama pengelola modal adalah menawarkan pengelolaan mukena dan selendang yang akan dijual ke Malaysia dan pusat grosir Pasar Simpang Aur Kuning Bukittinggi, dengan tawaran keuntungan mencapai besaran 40 persen dari modal yang diinvestasikan dan diberikan setiap bulannya. Kegiatan investasi ini sudah dilakukan sejak awal 2020 sampai Juli 2021.

“Jadi misalnya, investasi dengan modal Rp100 juta maka akan diberikan keuntungan sebanyak 40 persen atau 40 juta pada bulan berikutnya. Atau modal investasi Rp2 juta akan diberikan keuntungan 800 ribu. Dimana keuntungan diberikan namun investasi disimpan sebagai modal selanjutnya oleh terlapor bersama pengelolanya” ujar M. Nur Idris.

Lebih lanjut kata Idris, awal pertama pembuatan Surat Perjanjian Kerjasama (SPK) pemberian keuntungan berjalan lancar. Namun beberapa bulan kemudian setelah ada investor yang mengulang atau menambah modal periode berikutnya keuntungan tidak diberikan lagi dengan alasan pandemi atau uang belum dibayar pembeli.

Adapun besaran kerugian yang dialami korban, kata Nur Idris, dilihat dari SPK sebagai bukti ada yang mengalami kerugian mulai dari Rp2 juta sampai Rp600 juta untuk satu investor. Menyangkut model kerja pengelola ini dengan cara menghubungi calon investor lewat handphone dan WhatsApp dengan tawaran dan iming-iming melalui pertemanan adik dari terlapor RY secara online.

Karena terlapor tidak ada lagi memberikan keuntungan, maka beberapa investor mencoba menghubungi pengelola namun tidak mendapat jawaban. Hingga awal 2021 beberapa investor mendatangi rumah terlapor di Koto Hilalang Agam. Ternyata investasi pengelolaan mukena dan selendang itu tidak ada sama sekali alias bodong. Yang terjadi adalah skema money game atau permainan uang, dimana uang modal investor satu untuk menutupi uang investor lain.

Nur Idris berharap agar Penyidik Polda Sumbar memproses laporan kliennya. Untuk menguatkan laporannya tim kuasa investor sudah memberikan bukti-bukti berupa SPK sebagai tanda bukti penyerahan uang, rekaman pembicaraan dan chat WhatsApp sebagai penawaran, serta photo-photo barang dan usaha pembuatan mukena yang ternyata semuanya fiktif. (gindo)