Cegah dan Hadapi Aksi Radikal Terorisme Sebelum Menbesar dan Memakan Korban

Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono (Sachril Agustin Berutu/detikcom

Sebagian negara dunia membeci sikap anti semit, anti LGBTQ, dan lainnya, namun mereka tidak anti menganut Islamophobia. Apa-apa yang diajarkan umat Islam seperti cadar, hijab rapat dan tertutup, celana cingkrang, dan lainnya dijadikan ciri-ciri terorisme tanpa dasar yang jelas.

Ketakutan mereka bangun untuk mendiskreditkan umat Islam. Sementara yang melakukan kejahatan di depan mata, mereka memilih bungkam.

Lihatlah saat ini, bagaimana umat Islam hidup dalam bayang-bayang ketakutan di Palestina, Myammar, China, India, dan belahan bumi lainnya. Mereka tidak menyebut aksi yang merugikan umat Islam itu sebagai bagian dari terorisme dan radikalisme.

Standar ganda inilah yang harus dilenyapkan dari muka bumi, agar hidup bisa berjalan lebih baik. Radikalisme dan terorisme harus dicegah sejak dari mulai kecil, tidak harus menunggu sampai membesar baru dilakukan penangkapan.

Pengayoman harus dilakukan sejak terhendus ada penyebaran paham radikal dan terorisme. Segera ambil orang bersangkutan untuk dinasehati dan dikabarkan padanya akibat yang akan diterima, jika ia meneruskan mempelajari paham yang salah tersebut.

Jika ini dilakukan, maka negara bisa disebut sukses mencegah dan menghadapi aksi radikal terorisme yang akan terjadi. Walau bagaimanapun juga, mencegah jauh lebih baik daripada harus membiarkannya menjadi lebih besar dan kemudian merenggut nyawa yang tidak bersalah. Jadi mari sama-sama bergandengan tangan mencegah dan menghadapi aksi radikalisme terorisme, agar tidak ada darah yang tertumpah. (*)