BKKBN Sumbar Gelar Diseminasi AKS di Kabupaten Solok

SAMBUTAN - Muliadi mewakili Sekda Bupati Solok, didampingi Kepala Perwakilan BKKBN Sumbar, yang diwakili Hasmy Raharini, memberikan sambutan dalam acara diseminasi Audit Kasus Stunting (AKS) di Kabupaten Solok tahun 2023, Kamis (27/7). (Hendri Nova)

SOLOK – BKKBN Sumatera Barat (Sumbar) menggelar diseminasi Audit Kasus Stunting (AKS) tahun 2023, di Laboratorium Kesehatan Daerah Kabupaten Solok Kamis (27/7). Acara yang menghadirkan aparat terkait dan para kader lapangan KB ini, bertujuan untuk mencapai target penurunan kasus stunting di Kabupaten Solok.

Menurut Kepala Perwakilan BKKBN Sumbar, Fatmawati, dalam sambutan yang dibacakan Hasmy Raharini, stunting harus menjadi perhatian bersama karena melibatkan banyak faktor. Jika semua pihak terlibat, maka kasus stunting perlahan bisa ditekan, sehingga mimpi Indonesia bebas stunting bisa terwujud.

“Perhatikan gizi untuk anak dengan asupan protein, vitamin, mineral, kalsium dan lainnya. Semua bisa didapatkan dari lingkungan sekitar, seperti ikan, telur, daging, susu, sayuran, buah, dan lainnya,” katanya.

Ia mengatakan, perhatian terhadap gizi anak bermula dari pasangan yang mau menikah, terutama ibu. Sebelum menikah pastikan tidak dalam keadaan kurang darah, berat badan seimbang dan faktor kesehatan lainnya.

“Jika ibu sehat, maka akan lahirlah anak-anak yang sehat jasmani maupun rohaninya,” tambahnya.

Sementara Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) Kabupaten Solok diwakili Kabid KB/KK, Ria Dana Reka, mengatakan Kabupaten Solok masih harus berjuang keras agar terbebas stunting.

“Terutama keluarga-keluarga miskin yang tidak sanggup memenuhi kebutuhan gizi keluarga,” katanya.

Oleh karena itu, jika ditemukan keluarga yang terindikasi stunting, hendaknya segera menghubungi kader KB setempat atau melaporkan pada aparat terkait.

Sedangkan Muliadi mewakili Sekda Bupati Solok mengatakan, bupati menargetkan penurunan kasus stunting 10 persen di bawah nasional. Menurutnya anak stunting rata-rata bertubuh pendek, namun juga tingkat kecerdasannya lamban.

“Rangkaian pencegahan stunting cukup panjang prosesnya, mulai dari 1.000 hari pertama kehidupan, lahir, sampai usia anak-anak,” katanya.

Ia mengatakan, tak hanya gizi yang diperhatikan namun juga pola asuh, pendidikan, dan lainnya. Maka dari itu harus ada rembuk nagari, untuk sama-sama mengatasi masalah stunting.

“Perhatian juga harus diberikan pada warga yang baru pulang dari rantau, untuk menetap lagi di kampung. Jika mereka kurang mampu, harus dibantu dengan meningkatkan perekonomiannya,” ujarnya.

Oleh karena itu, semua pihak harus terlibat, tak hanya yang duduk di pemerintahan tapi juga tokoh-tokoh masyarakat. Jika dikeroyok bersama, maka kasus stunting di Kabupaten Solok bisa diatasi sesuai target yang diharapkan.

Acara juga diisi dengan pemaparan dokter-dokter ahli terkait status stunting, berikut cara mencegahnya.(106)