Sungai Batanghari, Dulu dan Sekarang

Penulis: Roni Aprianto (Wartawan Madya)

Arung Pamalayu Sungai Batanghari.(ist)

Sungai Batanghari mengular panjang ratusan kilometer melintasi puluhan Nagari (Desa).

Membelah Kabupaten Dharmasraya, bermula dari Kabupaten Solok Selatan, dan berakhir di Provinsi Jambi.

Dengan tenang, lintas utama perdagangan di masa peradaban kerajaan melayu itu terus mengalir menahan beban yang ditumpang manusia kepadanya.

Sungai yang dulunya jernih, kini keruh akibat ulah manusia. Aktivitas tambang ada dimana- mana, ditambah lagi aktivitas galian batu pasir, airnya keruh bercampur lumpur, begitulah kondisi Sungai Batanghari saat ini.

Tanggal 23 Agustus 2022 lalu, Sungai Batanghari disulap menjadi Arung Pamalayu untuk mengenang kembali sejarah ratusan tahun silam. Perahu dihias apik, serupa kapal, menggambarkan khazanah peradaban ratusan tahun lalu. Orang- orang berpakaian adat, warna- warni, menumpangi kapal- kapal kecil mengaliri sungai. Ratusan orang berjejer di pinggirnya larut dalam suasana Festival Pamalayu yang digelar Pemkab Dharmasraya.

Jarum jam menunjukkan pukul 12.00 Wib, terik matahari perih menyengat kulit.

Hembusan angin menerpa kulit, meski tak mengurangi panasnya hujaman matahari. Iring- iringan kapal- kapal kecil dan riak Sungai Batanghari menyita perhatian. Dari kejauhan tampak puluhan sampan bergerak pelan menyusuri sungai.

Bermula dari bawah Jembatan Kabel Stayed Sungai Dareh, Jorong Tabek, Nagari IV Koto Pulau Punjung, Kecamatan Pulau Punjung dan berhenti di bawah ribuan tatapan mata pengunjung Festival Pamalayu, tepatnya di Komplek Candi Pulau Sawah, Nagari Siguntur, Kecamatan Sitiung.

Candi Pulau Sawah adalah salah satu bukti tapak sejarah Kabupaten Dharmasraya, yang memiliki dua gadis jelita bernama Dara Petak dan Dara Jingga.

Pamalayu adalah cerita ekspedisi diplomasi melalui operasi kewibawaan militer yang dilakukan Singasari di bawah perintah Raja Kertanegara pada 1275 – 1286 terhadap Kerajaan Dharmasraya. Inilah kisah panjang dan cinta serta kekuasaan dan persahabatan zaman kuno yang dijalin oleh sungai Batanghari.

Orang- orang mengarahkan kamera Handphone Androidnya ke arah sungai mengabadikan momen bersejarah tersebut. Saya juga ikut melakukan hal serupa, menyelinap di sela- sela kemuraman agar mendapat foto yang bagus. Tak lama setelah kapal- kapal kecil itu merapat di pelabuhan buatan berukuran sedang, terdengar gemuruh tambua tassa dan talempong menyambut tetamu penting, dan drone seperti lebah raksasa berputar- putar di awang- awang mengabadikan suasana.

Ribuan orang tenggelam dalam suasana. Banyak juga yang hilir mudik mencari makanan kecil dan minuman di kedai- kedai kuliner milik warga setempat. Ada pula yang duduk- duduk santai dan berselfie ria di stand- stand pameran yang disediakan panitia. Pohon- pohon getah menjulang tinggi menjadi saksi bisu. Air Sungai Batanghari terus mengalir ke hilir dan sejarah baru pun dikemas dengan sebuah acara bernama Festival Pamalayu Kenduri Swarnabhumi.