Soal Tapal Batas Belum Juga Tuntas, Masyarakat Ngadu ke Ombudsman

Masyarakat saat melapor ke Ombudsman. Ist

PADANG-Permasalahan tapal batas ulayat antara Nagari Sumpur dengan Nagari Bungo Tanjuang dan Nagari Malalo Tigo Jurai belum juga reda. Pasalnya, tiga bulan berlalu pasca bentrok berdarah pada 5 Desember 2019, janji bupati Tanah Datar belum juga direalisasikan dan malah tiba-tiba saja berubah.

“5 Desember 2019, satu dari empat pancang telah dicabut pihak keamanan usai bentrok. Saat itu bupati Tanah Datar berjanji akan mencabut sisa tapal batas yang berada di dalam hutan dan pemukiman masyarakat dan selanjutnya akan dilakukan mediasi,” Kata Yohanes Syarif selaku tim penyelesaian tanah ulayat Nagari Sumpur saat melapor ke Ombudsman Sumbar di Jalan Sawahan, Padang, Senin (2/3).

Dikatakan pria yang akrab disapa Yos itu, keputusan terakhir Bupati Tanah Datar sungguh telah melukai hati warga Nagari Sumpur karena setelah beberapa kali rapat isinya berubah dari janji sebelumnya.

“Menerangkan bahwa melakukan mediasi dahulu baru pancang dicabut apabila kesepakatan dalam mediasi tercapai. Hal ini kami tolak karena hal seperti ini sudah sering dilakukan dan pancang tak kunjung dicabut,” jelasnya.

Akibat dari pancang itu tak kunjung dicabut hingga saat ini menimbulkan keresahan dan rawan stabilitas keamanan dalam masyarakat Nagari Sumpu yang merasa terjadi ketidakadilan karena tidak tegas dan Pemkab Tanah Datar Bersikap plin-plan.

“Laporan kami hari ini terkait kelalaian penyelesaian masalah pencabutan pancang ilegal di Wilayah Administrasi Nagari Sumpu dengan terlapornya Bupati Tanah Datar,” katanya.

Selain itu, ia juga melaporkan Wali Nagari Padang Laweh yang sebelumnya diduga melakukan pemancangan ilegal dan sepihak yang dilakukan berdasarkan surat Wali Nagari Padang Laweh Malalo nomor: 140/359/WN-PLM/2019.

“Surat itu memakai Kop surat Pemerintah Kabupaten Tanah Datar Nagari Padang Laweh tertanggal 1 Desember 2019. Surat ini kami lampirkan sebagai bukti ke 5. Padahal, pagi hari sebelum melakukan pemancangan pada 5 Desember yang berujung bentrok berdarah, Wali Nagari Padang Laweh menyampaikan surat kepada Camat Batipuh Selatan yang disikapi dengan malarang aksi pemasangan pancang itu dengan alasan dua nagari tersebut tidak punya legalitas melakukan pemancangan itu,” jelasnya.

Melalui laporan kepada Ombudsman ini kami berharap pancang ilegal di wilayah administrasi Nagari Sumpur bisa segera di cabut karena akibat pancang tersebut luas wilayah nagari sumpur hanya tersisa 1/3 dari total 7,87 kilometer persegi.

“Kami melaporkan sikap bupati yang plin-plan, inkonsisten dan bohong. Kami berharap pihak Ombudsman melakukan pemanggilan terkait sikap ini karena jika tidak cepat akan terjadi bentrok dan permasalahan akan lebih meluas,” ungkapnya.

Ditambahkannya, ia merasa heran kenapa hingga saat ini bupati enggan mencabut tiga sisa pancang yang terletak di dalam hutan dan disekitar pemukiman warga padahal satu pancang di lokasi bentrok lalu telah dicabut pihak polres dan telah dijadikan barang bukti.

“Kita hanya khawatir warga semakin hari semakin kesal, dan apabila masalah ini tidak kunjung diselesaikan akan berakibat buruk. Setelah warga Nagari Sumpur berencana memasang kembali batas wilayah Nagari Sumpur yang tercatat berdasarkan administrasi negara,” jelasnya.

Laporan warga bersama KAN, BPRN, Wali Nagari dan tim tanah ulayat Nagari Sumpur itu diterima Syauqi Al Furqi dan Dheka Arya Sasmita di ruang PVL Ombudsman Sumbar.(411)