Hukum  

SIDANG DUGAAN PENYALAHGUNAAN DANA LAHAN TOL; Penasihat Hukum Nilai Dakwaan Kabur

Suasana sidang lanjutan kasus dugaan korupsi penggantian lahan Tol Padang - Pekanbaru yang berlokasi di Taman Kehati Padang Pariaman yang digelar Kamis (21/4) di Pengadilan Negeri Padang. (wahyu)

PADANG – Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi penggantian lahan Tol Padang – Pekanbaru yang berlokasi di Taman Kehati Padang Pariaman digelar Kamis (21/4) di Pengadilan Tipikor padaPengadilan Negeri Padang.
Sidang lanjutan itu beragendakan pembacaan eksepsi oleh para penasehat hukum (PH) para terdakwa.

Sebelum sidang dimulai, hakim ketua Rinaldi Triandoko sempat gusar dengan tidak dihadirkannya para terdakwa secara langsung di ruang sidang. Melainkan secara virtual, yang ditampilkan melalui beberapa monitor di ruang sidang.

“Seharusnya para terdakwa dihadirkan langsung. Tipikor sebelumnya terdakwa tetap dihadirkan secara langsung. Saya minta agenda selanjutnya para terdakwa dihadirkan, biar sidang bisa berjalan dengan baik, dan kami pun para hakim tidak salah menilai,” kata hakim Rinaldi.

Kemudian, sejumlah pembelaan dan keberatan terhadap dakwaan JPU mulai disampaikan satu persatu PH para terdakwa yang dalam hal ini beberapa diantaranya berada dalam penuntutan terpisah.

Azimar Nursu’ud, PH dari terdakwa Yuniswan selaku Kepala Dinas Lingkungan Hidup Perumahan Kawasan Pemukiman dan Pertanahan Kabupaten padang Pariaman. Menurutnya peran para terdakwa tidak rinci disampaikan JPU dalam dakwaan.

“Dakwaan kabur dan tidak jelas. Siapa yang melakukan, siapa yang menyuruh, tidak rinci, tidak diuraikan,” katanya.

Selain itu, dia juga mengatakan, isi surat dakwaan JPU antara dakwaan primer dan dakwaan subsider berikut uraian fakta-fakta dan peristiwanya sama persis.

“Atas dasar itu sangat beralasan hukum Surat Dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam perkara a quo cacat hukum dan beralasan hukum pula untuk dibatalkan,” ulasnya.

Kemudian dia juga menyebutkan, dalam hal pengadaan tanah untuk kepentingan umum dan pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum berada dalam lingkup lapangan hukum adminitrasi, maka seharusnya jika terjadi permasalahan hukum dalam pelaksanaan tersebut, maka seharusnya penegakkan hukum yang ditempuh dahulu adalah penegakkan hukum adminitrasi.

“Jika penegakkan hukum adminitrasi ternyata tidak mampu atau tidak dapat menyelesaikan permasalahan hukum dalam perkara a quo, maka berdasarkan ketentuan asas Ultimum Remedium dan asas Incauda Venenum, barulah penegakkan hukum pidana sebagaimana yang dilakukan oleh JPU dapat dilaksanakan,” katanya.

Kemudian, Suharizal, PH terdakwa Jumadi dan terdakwa Ricki Novaldi, selaku Ketua Satgas A dan B Pelaksanaan Pengadaan Tanah Tol Ruas Padang-Pekanbaru, pada sidang itu juga menyampaikan eksepsi, berisi tujuh poin utama.
Diantaranya, JPU dinilai tidak cermat dan tidak jelas terkait jumlah penghitungan kerugian keuangan negara, dimana akumulasi dari total ganti kerugian yang diterima terdakwa lainnya adalah Rp19 miliar, tidak sampai Rp27 miliar seperti perhitungan JPU.

Dalam dakwaan, JPU menyebutkan bahwa terdakwa telah memperkaya terdakwa penerima ganti rugi, yaitu Buyung Kenek, Syafrizal Amin, Syamsul Bahri, Nazaruddin, Kaidir, Amir Hosen, Sadri Yuliansyah dan Raymon Fernandes, sebesar Rp27.460.213.941.

Faktanya, data ini berbeda dengan nominal yang terima oleh nama-nama tersebut. Total yang diterima delapan orang ini sekitar Rp19,81 miliar. “Setidaknya, terdapat selisih sebesar Rp7,6 miliar,” katanya.

Selain itu, PH juga menilai surat dakwaan tidak lengkap karena tidak menghadirkan hasil audit
keuangan negara dengan objek yang sama hasil audit dari Inspektorat Jenderal Kementerian ATR/BPN.
Seperti disampaikan sebelumnya oleh JPU, lahan untuk pengadaan jalan tol yang berada di Taman Kehati, Kabupaten Padang Pariaman ini pada tahun 2009, sudah ada penyerahan lahan masyarakat kepada pemerintah setempat dan juga sudah dimasukkan ke dalam aset Pemda Padang Pariaman. Selain itu, sertifikat lahan tersebut, sudah keluar dan terdaftar dalam aset Pemkab Padang Pariaman. (wahyu)