Sekolah Tarbiyah di Pesisir Selatan Gratis untuk Kaum Dhuafa

Rombongan DPD Tarbiyah-Perti Sumbar saat bersama pengurus MTI Sabilul Jannah dan MTI Ashabul Kahfi, di Kecamatan Sutera, Pesisir Selatan. (ist)

PAINAN —Badannya kecil, tapi tageh dan lincah. Namanya Heru Kisnanto, akrab disapa Buya Heru. Bertahun-tahun sekolah, bukannya cari kerja, tapi mendirikan sekolah gratis. Tak di kota, tapi di pelosok negeri. Lembaga pendidikan yang ia dirikan, Madrasarah Tarbiyah Islamiyah (MTI), berada di Nagari Rawan Gunung Malelo, Kecamatan Sutera, Pessel, terpaut 116 Km lebih dari Kota Padang. Nama sekolahnya Ashabul Kahfi. Dan, gratis, seperti juga 3 MTI lainnya di kabupaten itu.

Ashabul Kahfi, adalah kisah yang tak tertirukan sampai kini, meski kejadiannya di zaman amat lampau. Inilah tujuh pemuda, the seven sleepers, yang bisa dibaca dalam Al Quran. Semangat itulah yang diambil oleh Buya Heru tersebut. MTI tersebut berdiri 2018 dan membanggakan bagi kalangan Tarbiyah di Ranah Minang.

Ke MTI itulah pada Sabtu (19/03/2022), DPD Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Tarbiyah-Perti) Sumbar berkunjung. Para pengurus ingin melihat dan bersilaturrahmi antara DPD Tarbiyah-Perti ke sekolah-sekolah yang tergabung dengan Tarbiyah-Perti. Rombongan berangkat sebanyak empat orang, dipimpin Wakil Ketua Muhammad Taufik dan Sekretaris Khairul Fahmi.

Di Pessel, ada empat sekolah Tarbiyah-Perti, yakni MTI Koto Kandis, MTI Sabilul Jannah, MTI Nurul Yaqin dan MTI Ashabul Kahfi. Ternyata, mereka hanya bisa berkunjung ke dua tempat yaitu MTI Sabilul Jannah yang dipimpin oleh Buya Dalisman dan MTI Ashabul Kahfi yang dipimpin oleh Buya Heru. Kedua MTI ini berada di kecamatan yang sama, MTI Sabilul Jannah terletak di Surantih, Kecamatan Sutera, dan MTI Ashabul Kahfi beralamat di Rawang Gunung Malelo Surantih.

Di MTI Ashabul Kahfi rombangan disambut Buya Heru dan seorang guru bernama Malin. Sekolah yang berusia 4 tahun ini, sangat sederhana. Bangunan dengan semi parmanen dan hanya terdapat tiga ruangan kelas. Ruangan kelas belajar besarnya sekitar 4×4 meter. Dalam ruangan terdapat beberapa bangku dan meja yang kondisinya memprihatinkan, serta satu papan tulis yang terpaku di dinding kelas.

“Kita baru berdiri, jadi bangunan dan peralatan belajar, baru seadanya pula,” ucap Buya Heru.

Sebagai pesantren baru, santri/wati yang mondok di MTI Ashabul Kahfi baru 25 orang, untuk kelas 1, 5 orang; kelas 2, 7 orang; kelas 3, 3 orang; dan kelas 4, 10 orang. Santri/wati 25 orang tersebut diajar oleh 12 orang ustad/zah.

Meskipun begitu, Buya Heru bersemangat menceritakan bagaimana cita-citanya ke depan dalam memajukan pendidikan dan Tarbiyah Islamiyah secara khusus. “Kita harus memiliki semangat mengembangkan kajian Tarbiyah kepada seluruh masyarakat dan bagaimana santri/wati bisa membaca kitab kuning,” ucapnya.

Setelah dari MTI Ashabul Kahfi, rombongan DPD Tarbiyah-Perti melanjutkan perjalanan ke MTI Sabilul Jannah. disambut salah seorang guru, dan langsung dibawa menuju kantor. Ruangan dengan lantai kayu dan sudah dilengkapi dengan kursi itu, menjadi tempat obrolan hangat ketika itu. Juga hadir, Buya Heru dan Malin yang sampainya tak jauh berbeda dengan rombongan.

Berbagai macam obrolan yang sahut menyahut antara Buya Dalisman dan beberapa guru MTI Sabilul Jannah, Buya Heru dan Malin, dengan rombongan DPT Tarbiyah-Perti. Kerinduan membicarakan Tarbiyah tersebut mengalir dalam obrolan, dengan berapi-api. Buya Dalisman membicarakan organisasi tarbiyah, santri/wati, sekolah dan kondisi sosial masyarakat di sekitar sekolah. Begitupun juga dengan rombongan DPD Tarbiyah-Perti yang menjawab pertanyaan dan memberikan berbagai macam informasi terkait organisasi serta rencana-rencana ke depan.

Sedikit berbeda dengan MTI Ashabul Kahfi, MTI Sabilul Jannah telah berdiri sejak tahun 2003. Sekarang memiliki 177 santri/wati yang diajar oleh 46 ustad/zah. Sebanyak 12 orang di antara guru tersebut adalah guru sertifikasi dan selebihnya adalah guru honor lepas. Kemudian juga dibicarakan kekurangan yang ada di MTI Sabilul Jannah, seperti penambahan kelas, kekurangan peralatan sekolah seperti bangku dan kursi, kekurangan tenaga pengajar di bidang kitab kuning, serta diperlukan pelatihan manajemen sekolah, kurikulum dan SDM.

“Kita memerlukan sekitar tiga orang guru yang dapat mengajar kitab kuning dan tinggal di asrama. Jika ada, kami akan menggaji dengan golongan PNS III. Kami masih butuh penambahan kelas, peralatan sekolah, pelatihan manajemen sekolah dan Sumber Daya Manusia, serta perbaikan kurikulum,” ucap Buya Dalisman saat ditemui di kantor MTI Sabilul Jannah.