Opini  

Realisasi Aksi Menyelamatkan Danau Maninjau, Semoga Bukan Janji

wikipedia

Oleh M Khudri

Bupati DR. H.Andriwarman mengatakan siap melaksanakan upaya penyelamatan Danau Maninjau yang sudah menjadi prioritas program nasional.

“Pengelolaan untuk menyelamatkan danau Maninjau sebagai prioritas pemerintah pusat pun menjadi prioritas utama kami di Pemerintahan Kabupaten Agam,” kata bupati saat Rapat Koordinasi Tata Kelola Danau Maninjau Sebagai Destinasi Pariwisata, baru-baru ini.

Danau Maninjau termasuk danau paling indah di dunia, karena dikelilingi bukit melingkar bekas letusan gunung purba raksasa yaitu gunung Tinjau. Keindahan danau ini dapat dinikmati dari Puncak Lawang, terus ke Embun Pagi dan Kelok 44 yang menakjubkan.

Tahun 1980 an, Danau Maninjau pernah menjadi tujuan wisatawan dunia sehingga turis baik domestik maupun manca negara berdatangan, ketika itu disebutlah booming wisata di sekeliling Danau Maninjau. Kala itu, air danau sangat jernih, bersih. Bahkan sebelum tahun 1980 an, air danau digunakan warga sekelilingnya sebagai sumber air minum. Tak mengherankan disaat booming wisata itu, turis suka berenang di pinggir danau.

Sejak tahun 1990 an, mulailah muncul usaha masyarakat membuat Karamba Jaring Apung (KJA) tempat pembudidayaan ikan nila dan majalaya di danau. Adalah seorang insinyur, Julius namanya yang menjadi pelopor memelihara ikan di KJA itu. Banyak yang meniru, tahun berganti musim bertukar dalam waktu tidak begitu lama, karamba atau jaring apung muncul bak cendawan dimusim hujan. Pemilik karamba bukan saja masyarakat setempat tapi juga investor dan pengusaha dari luar Agam.

Tatkala Jumlah karamba sudah ribuan, bahkan sampai 20 ribu karamba, datanglah angin berkisar kencang di sekeliling Danau Maninjau kemudian menghempas turun, sehingga menggerakkan permukaan danau, limbah pakan ikan dari dasar danau terangkat ke permukaan, warna air berubah keruh. Akibatnya ratusan ton ikan pusing dan mati, bangkai bangkai nya mengapung sehingga menghasil bau amis dan busuk.

Kematian ikan keramba mati massal di Danau Maninjau pertama kali terjadi tahun 1997. Sebanyak 950 ton menjadi bangkai dengan kerugian Rp2,5 miliar dialami petani dan pengusaha keramba. Sejak itu peristiwa kematian ikan yang disusul kematian kematian berikutnya bahkan nyaris tiap tahun. Maka dunia pariwisata danau Maninjau akhirnya mati, banyak usaha penginapan, home stay dan hotel tutup, sampai sekarang.

Sejauh ini pemerintah baik pusat, propinsi ataupun kabupaten belum melakukan tindakan signifikan untuk menyelamatkan danau Maninjau ini. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Lipi) bahkan berkantor di tepi danau meneliti saja, pejabat pusat, menteri menteri, anggota DPR pusat dan daerah bahkan ilmuan ilmuan hebat, datang silih berganti, banyak dan sering berkunjung serta meninjau ninjau danau ini.

Setelah itu tidak ada tindakan terukur dan meyakinkan untuk menyelamatkan danau Maninjau yang sudah kotor, tak ada lagi yang berani berenang renang di dalam danau, airnya gatal-gatal. Sementara saat ini ribuan orang telah menggantungkan periuk nasinya di keramba itu.

Pemerintahan sekarang berniat mengembalikan fungsi danau ini ke aslinya, suatu tekad yang pantas diacungkan jempol. Bahkan bupati Andriwarman sangat antusias akan mengembangkan pengelolaan danau Maninjau ini dengan rencana membangun kereta gantuang dari Lawang Park ke Maninjau.

Andriwarman melakukan pendekatan ke pemerintahan pusat, hasilnya Menteri Sandiaga Uno datang. Menko Luhut Binsar Panjaitan dalam Rakor menyebut anggaran sebanyak Rp237 miliar untuk mengeruk sedimen. Dia menghitung jumlah karamba 22.087 unit, dan mengatakan, pengurangan menjadi 6.000 karamba tidak menjamin habisnya pencemaran danau. Katanya sedimen harus dikeruk dan dikeluarkan dari dasar danau. Banyak sedimen yang adalah 2.745.000 M3. Disedot menggunakan alat Drag Flow Pump. Kapasitas Drag Flow Pump yang akan digunakan sebesar 1.000 m3 / jam selama 2.745 jam. Menurut Luhut, sedimen bisa dikeruk dalam waktu 65 minggu.

Tekad pemerintah pusat didukung Gubernur Mahyeldi. Mahyeldi mengungkap kan potensi wisata alam dan sejarah Maninjau, dia sebut sebut pula nama buya Hamka. Ucapan terimakasih pun disampaikan kepada pemerintah pusat yang dinilai lebih serius memberikan perhatian. Gubernur berjanji pula akan segera mencarikan solusi alih usaha masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada sirip ikan nila.

Keseriusan itu sangat bagus, pantas diacungkan jempol. Begitu juga strategi yang direncanakan, pengerukan sedimen, pengurangan dan alih usaha memang langkah strategis. Tapi yang belum dipastikan adalah kesepakatan semua elemen masyarakat yang terkait di danau Maninjau. (***)