Ramadhan di Sini, Gaza dan London

Khairul Jasmi

Sebuah potongan video datang dari London. Walikotanya bersama warga menghiasi kota tersebut dalam rangka menyambut Ramadhan. Pada saat yang sama ada di Instagram, warga Gaza bertanya pada rakyat Indonesia, apakah puasanya sah ketika tidak bisa makan sahur dan berbuka entah dengan apa. Pada saat yang sama Indonesia sedang bertikai soal hari mulai berpuasa.

Seorang duta besar dari Eropa, kawan saya mengirimkan pesan selamat Ramadhan, “di Eropa sudah berpuasa Senin,” katanya.

Ketua MUI Sumbar, Gusrizal Gazahar minta agar satu sama lain mundur selangkah demi ummat. Dan ketika semua itu terjadi, Sumbar dilanyau banjir besar. Korban nyawa harta benda tak terhindari lagi. Seolah sebuah kejadian berulang sebelum Ramadhan di Sumbar.

Demikianlah Ramadhan, bulan suci Islam. Berpuasa 30 hari atau 29 hari, sesuai aturan waktu yang setua dunia. Edaran waktu itulah yang metodenya berbeda, hasilnya tak sama. Apa hendak dikata.

Puasa pertama Senin atau Selasa sama saja bagi korban banjir. Mereka kehilangan harta, atau rumah. Kehabisan ruangan hangat, pakaian kering dan tak punya stok. Sangat hebat jika Ramadhan di tiap masjid dijadikan ajang untuk mengumpulkan sumbangan bagi korban bencana alam tersebut. Lupa pasti pengurus masjid. Yang tak lupa, kotak infak masjid dan anak yatim.

Saya yakin ada kontak spritual ke setiap ummat Islam di Sumbar, dunsanaknya yang korban banjir sedang merana, tapi mereka perlu dipancing. Jika moment ini dibiarkan dingin maka, maka semua akan lewat, tak ada lagi yang tersentuh.

Dan, itu urusan humaniora, sedang mimbar urusan kaji mengaji, juga soal membahas politik, yang sudah basi. Tapi biarlah, mimbar punya otoritas sendiri, yang sudah diingatkan.

Ramadhan baru sehari, hujan masih turun dan cuaca masih dingin. Yang hangat hati anak-anak yang dapat jajan dari orangtuanya. Semoga semua anak begitu, meski ada yang tak dapat apa-apa. Bukankah ada lagu dari Saudi tentang anak yatim, yang ayahnya sahid ketika perang bersama Nabi. Ia diangkat jadi anak oleh Nabi. Di sini di negeri kita? Entah.

Dan kita akan saksikan setelah ini, soal warung makan yang dirazia. Lalu berdebat. Di London, di Eropa orang sudah berpuasa, meski pemeluk Islam di sana hanya secuil. Di sini mayoritas tapi banyak yang masih berdebat soal puasa di pasar di bus di jalan juga di mimbar. Kadang kita memang sok paten pula ya ndak.

Selamat berpuasa mohon maaf lahir batin.(*)