Berbuka di Hari Pertama Puasa Ramadhan Itu Jadi Momen Menyedihkan Buat Anak Kos

Melda Riani

Sebagai seorang yang pernah menjadi anak kos selama 16 tahun, saya merasakan kalau berbuka di hari pertama puasa di bulan Ramadhan itu menjadi salah satu momen menyedihkan sebagai anak kos yang tidak bisa pulang kampung. Masalahnya, berbuka hari pertama seharusnya menjadi momen istimewa dibanding hari-hari di luar ramadhan dimana makan dan minum bisa kapan saja.

Saking istimewanya, banyak keluarga, terutama di Sumatera Barat, sengaja ‘marandang’ alias membuat rendang, ‘malamang’ (membuat lemang) atau membuat makanan khas lainnya menjelang masuknya ramadhan. Masakan-masakan lezat itu dibuat agar bisa disantap oleh keluarga besar di hari terakhir Sya’ban dan saat berbuka di hari pertama Ramadhan.

Karena kebiasaan sebagian besar masyarakat Sumatera Barat yang memasak dan menyajikan masakan-masakan istimewa bagi keluarga itulah, banyak rumah makan yang tidak buka pada dua atau tiga hari pertama bulan Ramadhan. Mungkin para pemilik rumah makan itupun ingin menikmati momen kebersamaan bersama keluarga mereka.

Di sanalah hal ihwal yang menjadi persoalan bagi anak kos yang tidak bisa pulang kampung karena alasan pekerjaan, tugas yang tidak bisa ditinggal, atau alasan lainnya. Pengen berbuka di tempat ramai, tapi rumah makan tidak buka. Mau beli lauk masak yang sudah dibungkus satu satu porsi, tapi makan sendiri di tempat kos dimana anak-anak kos lainnya pulang kampung dan teman lain tidak ada yang bisa diajak, itu aura kesedihannya luar biasa.

Pengalaman saat kos dulu, karena banyak rumah makan yang tidak buka, saya terpaksa berbuka di salah satu restoran cepat saji. Sedihnya tak bisa diungkapkan membayangkan anggota keluarga lain sedang berkumpul di satu ruangan menunggu menit-menit terakhir jelang bunyi beduk atau sirine magrib, dengan aneka masakan di hadapan mereka. Sedang kita yang sendiri dan jauh dari rumah, hanya bisa tersenyum getir. Membayangkan itu, selapar apapun perut dan seenak apapun makanan yang dipesan, rasanya tersekat sampai tenggorokan.

Belasan tahun setelah tidak lagi jadi berstatus anak kos, saya mencoba menggali memori, merasakan pengalaman itu. Namun, rasanya masih sama – tidak menyenangkan.

Kemarin dalam perjalanan dari Batusangkar ke Padang, Senin (11/3), yang ternyata masyarakat sudah banyak mulai menjalani puasa pertama, banyak sekali rumah makan yang tutup. Di Batusangkar, hanya kami temui satu rumah makan kecil yang buka di sudut terminal angkutan umum di Jati, mungkin pemiliknya baru puasa hari pertama pada Selasa (12/3) seperti yang ditetapkan pemerintah. Sisanya tutup. Begitu pula sepanjang perjalanan dari Batusangkar – Padang Panjang hingga Padang, hanya satu dua rumah makan kecil yang buka. Di rumah makan yang tutup itu, terpampang pengumuman, ‘Maaf, kami tutup pada Senin dan buka kembali Hari Kamis’.

Melihat banyaknya rumah makan yang tutup, saya terbawa kembali pada memori getir menjadi anak kos. Momen saat harus berbuka di hari pertama bulan Ramadhan tanpa keluarga. Tanpa tawa gembira saat berkumpul dan tanpa berbagai menu yang dihidangkan, terutama masakan yang dimasak sendiri oleh ibu.

Beda anak kos, mungkin beda lagi pengalamannya. Beda suka dan dukanya. Apalagi anak kos zaman sekarang yang dibekali uang belanja yang lebih dari cukup, dengan berbagai fasilitas yang serba instan. Mudah-mudahan tidak mengalami pengalaman menyedihkan saat harus berbuka di hari pertama bulan Ramadhan. Atau setidaknya, masih ada kerabat atau rekan kerja baik yang menawarkan buka bersama. Sehingga, rasa kumpul keluarga itu masih ada walaupun jauh dari keluarga yang sebenarnya. (Melda Riani)