Polemik Mobnas, Irwan Prayitno : Hak Kepala Daerah, Tapi Bisa Ditolak

PADANG – Polemik pembelian mobil dinas Gubernur dan Wakil Gubernur Sumbar, yang ramai diberitakan menyebut peran Gubernur sebelumnya, Irwan Prayitno, yang menganggarkan dalam APBD 2021.

Seperti dijadikan “kambing hitam” atas heboh pembelian mobil baru itu, mantan Gubernur Sumbar periode 2010-2020, menyampaikan sedikit penjelasannya.

“Sebetulnya saya tidak ingin berkomentar terkait apa yang terjadi di Pemda Propinsi Sumbar akhir-akhir ini. Apalagi Gubernurnya se partai dengan saya. Tidak ingin berkomentar di publik karena tak elok. Toh…. saya bisa langsung menghubungi Buya Gubernur,” kata Irwan.

“Namun membaca berita di media yang berjudul; Audy : Mobnas Dianggarkan Gubernur Sebelumnya. Maka saya tergelitik juga berkomentar sedikit saja. Judulnya memang benar, tapi narasinya yang kurang pas,” lanjutnya.

Di PP no 109 tahun 2000 pasal 7 (1) berbunyi: Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah disediakan masing-masing sebuah kendaraan dinas. Kendaraan dinas adalah hak bagi kepala daerah dan wakilnya. “Maka wajib dianggarkan,” jelasnya.

“DPRD pasti setuju karena ini aturan bahkan saat pembahasan RAPBD 2021 lalu, yang bersemangat menganggarkan kendaraan dinas ini dari banyak partai, karena bisa jadi kawan se partainya yang akan menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur nantinya,” katanya.

Setelah ketok palu di DPRD dan teranggarkan. Maka terserah Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah untuk membeli atau memakainya.

“Namanya hak, bisa saja ditolak. Anggaran yang ditolak bisa kembali dianggarkan melalui mekanisme normal yaitu anggaran perubahan atau di zaman Covid ini ada refocusing anggaran,” tambahnya.

“Saya dulu di tahun 2010 sempat menolak anggaran kendaraan dinas dan akhirnya memakai mobil pribadi termasuk istri Gubernur. Saya pun menolak pembangunan rumah dinas Gubernur yang sudah tidak layak. Dalam perjalanan naik pesawat, saya pun menolak naik bisnis klas. Tentu banyak juga hak Gubernur yang ditolak,” katanya.

“Jadi, janganlah Gubernur sebelumnya disalahkan dalam menganggarkan. Coba kita balik berpikirnya. Apa yang terjadi kalau Pemda dan DPRD tidak menganggarkan hak kepala daerah dan wakil kepala daerah baru. Tentu muncul lagi polemik dan masalah baru,” tambahnya.

Irwan mengharapkan, sedikit penjelasannya tidak memperkeruh suasana yang sudah keruh saat ini.

“Mudah-mudahan sedikit penjelasan ini tidak memperkeruh suasana yang sudah keruh saat ini. Maaf bila ada yang tidak berkenan. Saya hanyalah rakyat biasa yang juga perlu dihormati sebagaimana rakyat lainnya,” pungkas Irwan Prayitno. (*)