Peternak Ayam Merugi, Apchada Ngadu ke DPRD Sumbar

Pertemuan Komisi II, OPD terkait dan Apchada, Selasa (21/11) di gedung DPRD Sumbar-ist

PADANG – Puluhan peternak ayam yang tergabung dalam Asosiasi peternakan closed house (Apchada) Sumbar datangi DPRD Sumbar, Selasa (21/11). Mereka mengadukan keadaan mereka yang acap merugi selama empat periode panen. Mereka menduga penyebabnya adalah bibit ayam (DOC) dan pakan yang diberikan salah satu perusahaan menjadi penyebab kerugian tersebut.

“Kami minta DPRD bisa menjembatani permasalaham ini dan juga mengatasi sejumlah persalahan lain. Kami datang ke sini karena kondisi kami ‘sakit’,” ujar Ketua Apchada, Marlis.

Kedatangan mereka disambut Komisi II DPRD yang membidangi sektor ekonomi, salah satunya peternakan. Hadir pula Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Sumbar, Sukarli dan perwakilan Biro Perekonomian Serdaprov Sumbar.

Salah seorang peternak yang hadir, dalam pertemuan tersebut, Azrul mengatakan biaya yang mereka keluarkan untuk operasional tidak tertutupi hasil panen. Alhasil mereka merugi. Semetara sejumlah peternak masih pula perlu menyicil untuk hutang modal yang mereka pinjam ke bank.

Azrul menjelaskan, mereka menduga bibit ayam (DOC) dan pakan yang diberikan pada mereka tidak berkualitas. Selain itu ketentuan pakan yang diberikan perusahaan tak sesuai dengan seharusnya.

“Misalnya untuk pakan jenis H00 harusnya diberikan pada kami saat usia ayam hingga 11 hari. Namun ketika usia auam seidah lebih dsri 11 hari yag diberikan pada kami masih H00. Adalagi keadaan ayam seharusnya masih diberikan pakan jenis H11, namun yanh diberikan perusahan pakan H12. Sementara umur ayam belum mencukupi untuk bisa mengonsumsi jenis pakan tersebut,” katanya.

Ia mengatakan untuk bisa memperoleh untung yang tidak mengakibatkan kerugian seharusnya pertumbuhan ayam bisa mencapai 70 persen jadi daging. Untuk untuk setidaknya 85 hingga 95 persen.

“Namun ini hanya 52 persen. Alhasil saya merugi dan tak bisa bayar gaji pekerja. Kerugian saya sampai Rp120 juta. Sementara subsidi dari perusahaan paling banyak hanya Rp7 juta,” paparnya.

Menyambut pemaparan Azrul, Marlis mengatakan bukan hanya Azrul yang mengalami kerugian. Namun juga banyak peternak ayam closed house yang mengalami hal serupa.

“Ini sudah terjadi empat periode dan sebentar lagi menjadi lima periode,” katanya.

Menyikapi permasalahan yang dialami peternak, Apchada tentu tak tinggal diam. Organisasi yang sudah memiliki anggota resmi sebanyak 120 peternak ini pun memperjuangkan nasib mereka.

“Namun sayangnya perusahaan itu tidak mau berkomunikasi. Padahal organisasi ini resmi dan pembentukan serta keberadaannya diatur dalam peraturan pemerintah pusay dan juga ada Pergubnya, yakni Pergub nomor 40 Tahun 2015,” ujar Marlis.