Padang  

Penggarapan Geothermal di Sumbar Harus Ada Semangat Gotong Royong

FGD pemanfaatan panas bumi di Padang. (ist)

PADANG- Pemanfaatan energi panas bumi atau geothermal di Sumatra Barat masih belum maksimal. Penyebabnya masih ada sebagian masyarakat yang belum sepenuhnya memahami dampak positif dengan kehadiran kegiatan eksplorasi energi bersih tersebut terhadap kehidupan dalam berbagai aspek.

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Andalas, Harif Amali Rivai, mengatakan untuk menggarap geothermal di Sumbar, harus ada semangat kebersamaan dari berbagai elemen masyarakat. Baik itu tokoh masyarakat, niniak mamak, alim ulama hingga pemerintah daerah. Supaya masyarakat mendapatkan informasi yang lengkap mengenai dampak positif kehadiran geothermal.

“Perlu sinergi dan gotong royong dari pemangku kepentingan daerah, pemuka adat, akademisi, hingga pengusaha. Sehingga masyarakat tidak mendapatkan informasi yang setengah-setengah,” kata Harif, saat Focus Group Discussion (FGD) bertema Pemanfaatan Energi Panas Bumi Sumatra Barat yang diadakan Forum Wartawan Peduli Panas Bumi di Hotel Pangeran Beach, Padang, Kamis (30/11).

Harif menyebut dari segi ekonomi, selain akan membuat stok energi listrik melimpah, juga akan banyak memberikan dampak turunan. Seperti peningkatan kualitas infrastruktur, kemajuan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), penyerapan tenaga kerja lokal sehingga pertumbuhan ekonomi di Sumbar akan jadi melejit.
Dari segi ilmu ekonomi menurut Harif, bila ada investor masuk ke sebuah daerah, akan ada suntikan modal dalam jumlah besar. Modal tersebut akan terdistribusi ke berbagai aspek dan berputar di masyarakat. Lalu lanjut dia pemerintah daerah juga akan mendapatkan suntikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari hasil pemanfaatan energi panas bumi tersebut setiap tahun.

“Kalau sudah ada berdiri geothermal, Pemda tidak perlu lagi memikirkan PAD. Karena sudah mendapatkan sumber besar yang pasti setiap tahun,” ujar Harif.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Harian Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatra Barat, Amril Amir, mengakui fakta adanya ketakutan investor masuk ke Sumatra Barat. Karena rata-rata tanah di Sumatra Barat adalah tanah ulayat yang untuk pembebasannya memerlukan proses yang panjang.
Namun ada juga kejadian pemerintah dan perusahaan yang ingin melakukan sebuah aktivitas eksplorasi, tidak melibatkan niniak mamak setempat.

“Harusnya undang dulu niniak mamak, nanti niniak mamak yang mensosialisasikan kepada masyarakat. Sehingga persoalan dapat diselesaikan dengan musyawarah bersama sesuai dengan kebiasaan orang Minangkabau,” kata Amril.

Selain itu menurut Amril, sosialisasi dari pemerintah ke masyarakat juga terputus karena keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) dari kalangan niniak mamak dan juga tokoh-tokoh masyarakat.
Ketika pemerintah sudah melibatkan niniak mamak, pesan yang disampaikan niniak mamak juga tidak utuh.

“Kita tidak menyalahkan pemerintah saja. Tetapi di SDM ninik mamak juga,” ujar Amril.

Amril menambahkan pada dasarnya niniak mamak tidak akan menghalangi kegiatan pemerintah dalam memanfaatkan sumber daya alam (SDA) di Sumatra Barat. Karena mereka memahami akan memberikan dampak baik untuk masyarakat banyak seperti yang diulas ahli geologi dan pakar ekonomi. Namun bila ada persoalan yang menjurus benturan dengan masyarakat, dapat diselesaikan dengan duduk bersama mencari solusi.

FGD bertema Pemanfaatan Energi Panas Bumi Sumatra Barat yang diadakan Forum Wartawan Peduli Panas Bumi ini dihadiri oleh niniak mamak dan penghulu dari Kerapatan Adat Nagari (KAN) di seluruh kabupaten kota di Sumbar, niniak mamak dari LKAAM dan juga sejumlah jurnalis di Padang. (deri)