Payakumbuh Urung Rembuk Cegah Stunting

PAYAKUMBUH-Kurang gizi atau gizi buruk memamng menjadi perhatian pemerintah belakangan ini. Di Kota Payakumbuh, gizi buruk ini yang juga dikenal dengan stunting, menjadi perhatian khusus pemerintah daerah.

Meski bukan sebagai daerah lokus keberadaan stunting ini, namun perhatian lebih pemerintah daerah memang harus diperlukan.

Untuk itu, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) bersama ketua DPRD, seluruh lurah, camat, dan kepala OPD terkait, serta Kepala Kemenag, pengadilan agama, BPJS, BPS, bank nagari, BUMD, kabag pemerintahan, tim TPPS, penyuluh KB dan tim satgas percepatan penurunan Stunting, gelar urung rembuk terkait itu. Kagitan tersebut mengusung tema “Sinkronisasi dan publikasi data analisa situasi dalam upaya pencegahan dan percepatan penurunan Stunting di Kota Payakumbuh”.

Kepala Bappeda Yasrizal, kepada wartawan, Sabtu (4/6), mengatakan, Pemko Payakumbuh tahun 2022 ditetapkan menjadi Lokus Intervensi penurunan Stunting. Sesuai dengan dokumen Rencana Pembangunan Daerah (RPD) Kota Payakumbuh tahun 2023-2026. “Dimana prevalensi stunting menjadi indikator kinerja utama daerah. Tahun 2021 angka stunting Kota Payakumbuh berdasarkan hasil survey SSGI berada pada angka 20 persen. Dan di tahun 2026 mendatang, diharapkan angka stunting itu berada pada angka 12 persen,” ujarnya.

Menurutnya, dengan telah dilangsungkannya rembuk stunting Kota Payakumbuh ini, kedepannya kerjasama dan sinergi lintas sektor terkait dalam upaya percepatan penurunan stunting bisa lebih cepat lagi dari sebelumnya, yang dimulai dari tingkat kelurahan, kecamatan dan kota. “Prioritas kita nantinya adalah percepatan dan sinergisitas disegala sektor dalam upaya itu. Sehingga penangan stunting bisa dipercepat mulai dari kelurahan. Sehingga apa yang direncakan bisa dicapai,” tambahnya.

Walikota Payakumbuh Riza Falepi, yang dihubungi terpisah, mengatakan, dirinya sangat mendukung sekali urung rembuk yang digelar itu. Karena dapat meningkatkan komitmen bersama dalam penurunan dan pencegahan stunting di Kota Payakumbuh kedepannya. Kunci pencegahan dan penanganan kasus stunting ialah di 1.000 hari pertama kelahiran (HPK). Sehingga perhatian kepada ibu hamil dan balita dibawah dua tahun dapat lebih terfokus. Dimana hal ini baik melalui intervensi spesifik maupun intervensi sensitif perlu terus diupayakan melalui kolaborasi dengan semua pemangku kepentingan.

“Dalam pencegahan dan penurunan angka stunting, hal yang harus diperhatikan ialah terdapatnya sanitasi yang baik, air yang bersih, penyediaan pangan yang aman dan bergizi dan utamanya pemamahan secara baik. Serta kepedulian masing-masing individu dan masyarakat untuk mengoptimalkan perannya dalam upaya penanggulangan stunting. Dan untuk masalah gizi ini, tentu harus menjadi prioritas kita semua yang tidak boleh kita abaikan. Dimana pemerintah daerah disini berkewajiban untuk menjamin kecukupan gizi masyarakat,” ucapnya.

Sebelumnya, Walikota Payakumbuh Riza Falepi, bersama Sekretaris Daerah Rida Ananda, dengan pimpinan OPD serta unsur pemerintah maupun non pemerintah menandatangani Komitmen bersama dalam upaya percepatan penurunan stunting di Kota Payakumbuh tahun 2022. Dalam menghadapi Pandemi Covid-19 menjadi tantangan tersendiri bagi upaya percepatan penurunan stunting. Capaian yang telah baik selama tujuh tahun terakhir harus dapat dipertahankan.

Untuk diketahui, Indonesia telah berhasil menurunkan prevalensi stunting dari 37,2 persen pada 2013 menjadi 27,7 persen pada 2019. Ini tentunya membutuhkan upaya yang harus dipertahankan dan bisa mencapai target 2024 menjadi 14 persen. Kemenkes RI telah menggulirkan 11 program intervensi spesifik untuk menurunkan stunting yakni pada remaja putri dan ibu hamil juga balita.

Untuk remaja putri dan ibu hamil, antara lain diberikan tablet penambah darah, screening anemia dan pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil. Adapun untuk balita, antara lain lewat pemantauan tumbuh kembang, ASI eksklusif, tambahan makanan protein hewani bagi balita, juga tata laksana balita dengan masalah gizi. 207