Budaya  

Pameran Tunggal Sang Maestro, Syahrial Yayan Bakal Tampilkan Karya Spektakulernya

PADANG – Sang Maestro, Syahrial Yayan kembali menggelar Pameran Tunggal Seni Rupa untuk kesekian kalinya, mengusung pemikiran ‘realita’ sebagai konsep kesenirupaannya yang selaras dengan tema kearifan lokal dari rangkaian pameran Tambo Art Center bertajuk ‘Alua jo Patuik’ di Padang Panjang. Kegiatan ini salah satu iven transisi jelang Art Tambo #5 di tahun 2023 mendatang.

Pameran Tunggal Syahrial Yayan yang berlangsung selama sepekan nanti akan dibuka oleh tokoh ulama Sumatera Barat Buya H Mas’oed Abidin pada tanggal 01 Desember 2022 di Gudang Seni Menata, Komplek Singgalang Blok A 10 No. 13, RT.04 / RW.04, Batang Kabung Ganting, Kec. Koto Tangah, Padang – Sumatera Barat.

Syahrial Yayan atau akrab disapa Yayan, salah satu perupa yang pernah belajar di ISI Yogyakarta dan menyelesaikan studinya di Seni Rupa UNP. Lahir di Payakumbuh, 18 Agustus 1973, mengawali karirnya pada 1986 dalam sebuah pameran seni rupa “Garda Sumatera” di Taman Budaya Bengkulu.

Sejak itu, sudah puluhan pameran ia ikuti, baik di dalam maupun di luar negeri. Pada 2016 lalu, karyanya dipamerkan pada ajang Sumatera Biennale bertema “Simpul” di Jambi. Setahun kemudian, pada 2017 Yayan menggelar Pameran Tunggal bertajuk “Realita” yang diselenggarakan oleh komunitas Rumah Ada Seni.

Hal yang berbeda dalam penggarapan pameran TAC ‘Alua jo Patuik’ 2022 kali ini, Yayan memproyektorkan karyanya sebagai pelukis, pengkarya, pengamat, dan Art Handler dalam bentuk Pameran. Pada pameran tersebut, TAC juga mengundang para tamu yang telah berkiprah secara profesional di kancah nasional dan internasional pada bidang seni rupa, diantaranya, E. St. Oyik Eddy Prakoso (kolektor dan pemilik Galeri Srisasanti, Yogyakarta), Dr. Melani Setiawan (pemerhati seni rupa Indonesia, Jakarta), beserta rombongan apresian seni.

“Syahrial Yayan akan memamerkan karya-karyanya nanti tanpa seorang kurator, artinya adalah Yayan sendiri sebagai kuratornya. Karena lewat pemikiran beliau mengusung konteks pembaruan seni itu sendiri baik secara luas dan khusus. Barangkali ini yang memang Pameran Tunggal, beliau menggarap sendiri melalui ide dan konsep yang sangat luar biasa. Nah, Gudang Seni Menata disini mengapresiasi dan membuka ruang dengan pameran tunggal, semoga bidang kesenirupaan bergerak dengan adanya wadah kreasi atau tempat kreativitas lainnya, seperti ruang Kupi Batigo, Rumah Ada Seni, Tambo Art Center, dan lain-lain yang memang bagian komponen dari ekosistem seni rupa itu sendiri”, kata Rijal Tanmenan, penyedia ruang pameran tunggal sekaligus editor buku Syahrial Yayan.

Dia menjelaskan, bahwa pada sisi lain pameran ‘Alua jo Patuik’ ini merupakan media presentasional bagi banyak pihak, termasuk pemangku kebijakan atau pemerintah, mahasiswa dan pelaku seni, serta kalangan kolektor maupun khalayak umum. Gudang Seni Menata menyuguhkan nilai tawar lain yang mewakili ruang pajang dari kemunculan ruang alternatif di Sumatera Barat yang sesuai dengan konsep kesenirupaan yang diusung Syahrial Yayan”, imbuh seorang etnomusikologi ini.

“Gudang Seni Menata menyerap tema pameran ‘Alua jo Patuik’ sebagai suatu sikap atas kondisi seni rupa saat ini, yang melihat sisi pada perkembangan seni rupa kini menurut ‘Alua’ yaitu alur atau jalur yang seiring dengan ‘patuik’ atau kepantasan. Menurut porsi yang pas dan pantas, posisi dan kedudukan yang pas, tempat dan waktu yang tepat, beserta pola dan kepantasannya,” ungkapnya. (*)