Merdeka Sekolah di Kampung Sendiri

Foto: Para siswa SD Negeri 17 Kawai saat sedang jam istirahat sekolah. (ist)

Eriandi

PADANG – Tahun ajaran baru 2020/2021 telah berjalan. Ada sedikit rasa lega di hati kepala sekolah, guru dan masyarakat sekitar SD Negeri 17 Kawai, Kecamatan Lintau Buo Utara, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Lega karena keberlangsungan sekolah masih terus berjalan.

Tahun ini dan mungkin juga beberapa tahun berikutnya, penerimaan siswa baru di sekolah itu seperti menghitung hari akan nasib sekolah. Pada tahun ajaran baru di tengah pandemi, sejumlah guru sebelumnya sudah menghitung-hitung kemungkinan siswa baru yang kurang dari sepuluh orang. Syukurnya, ada 15 siswa baru yang mendaftar. Dengan adanya 15 siswa baru menggantikan 15 siswa kelas enam yang tamat, plus ada enam siswa pindahan tahun ini membuat total siswa keseluruhan saat ini berjumlah 90 orang.

Persoalan kekurangan siswa memang menjadi kekhawatiran bagi kepala sekolah, guru dan masyarakat sekitar. Ancaman regrouping membayangi jika saja sekolah itu dinilai tidak efektif oleh pemerintah. Apalagi tak hanya masalah kekurangan siswa, sekolah pun kekurangan guru yang sudah berlangsung selama beberapa tahun terakhir.

Kepala SDN 17 Kawai, Asbar D SPd mengungkap, masalah kekurangan guru itu terjadi karena guru-guru PNS yang terus berkurang karena mutasi, pensiun dan meninggal dunia. Saat ini, tinggal empat guru PNS di sekolah itu, termasuk kepala sekolah.

Kepsek mengaku sudah mengajukan penambahan tiga guru PNS dan satu guru bidang studi agama kepada pemerintah daerah setempat sejak Juli 2019. Dari pengajuan itu, ada satu guru PNS yang akan masuk akhir tahun ini. Namun, belum lama ini, satu orang guru PNS meninggal dunia sehingga kebutuhan guru tak berkurang, yakni empat orang.

Untuk memenuhi kebutuhan guru, pihak sekolah sejak beberapa tahun lalu merekrut lima guru honor. Dua untuk guru kelas, dua guru bidang studi; agama dan muatan lokal, dan satu tenaga administrasi sekolah merangkap guru kelas. Imbasnya, sekolah harus memikirkan biaya yang dikeluarkan untuk gaji guru honor.

Pada pengelolaan dana BOS tahun 2019, aturan untuk guru honor hanya bisa dikeluarkan maksimal 15 persen. Sedangkan untuk pengelolaan dana BOS tahun 2020, setelah program merdeka belajar diluncurkan yang lebih memberi keleluasaan bagi sekolah, gaji untuk guru honor bisa maksimal 50 persen digunakan dengan aturan dan ketentuan berlaku.

Namun, tetap saja dari dana BOS tak bisa dialokasikan untuk seluruh gaji lima orang guru honor karena ada jatah Rp900 ribu per anak, naik seratus ribu rupiah dari tahun lalu, serta untuk kebutuhan lainnya.

Sebelumnya, dari dana BOS hanya bisa untuk menggaji satu orang guru honor, itupun dengan nominal hanya Rp400 ribu sebulan. Sisanya, terpaksa dengan memungut iuran dari orang tua siswa atas kesepakatan bersama. Diakuinya, berat untuk memungut iuran dari orang tua siswa yang kebanyakan petani. Tapi tak ada jalan keluar lain untuk saat ini.

Yang dikhawatirkan, jika kekurangan guru PNS bertambah, beban untuk honor guru pun akan bertambah. Selain itu, kekurangan guru akan membuat guru kelas tidak ada, sehingga kelas yang tak memiliki guru akan ditompangkan ke sekolah lain.

“Jika itu terjadi, daya saing sekolah bisa semakin turun dan secara berangsur bisa saja sekolah ini tak ada murid lagi dan tutup,” katanya kepada topsatu.com beberapa waktu lalu.