Menatap Nasib Usaha Ritel di Tengah Ketidakpastian Akhir Pandemi Covid-19

KULINER PINGGIR JALAN - D'Besto merupakan salah satu kuliner cepat saji yang kini banyak buka cabang dengan model sederhana ini di pinggir jalan-jalan utama. (hendri nova)

“Sekarang pertanyaan kami, ketika mal tutup, apakah kita membayar PPN sewa? Ya tidak ada PPN sewa. Kemudian peritel yang di luar mal seperti minimarket atau supermarket yang punya bangunan gedung sendiri, ada bayar PPN sewa? Tidak ada bayar PPN sewa. Artinya, insentif ini tidak optimal,” jelasnya.

Sebelumnya, Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat membuat bisnis ritel menurun drastis terutama sektor pangan hingga 60%. PPKM Darurat Jawa-Bali berlaku pada 3- 20 Juli 2021.

“Terkait PPKM situasinya sangat menggerus sektor ritel karena adanya pembatasan mobilitas dan ini tentunya mempengaruhi konsumen datang ke ritel dan membuat pembelanjaan serta konsumsi ini juga menurun dan terdampak signifikan,” tambahnya.

Ia mengatakan, pada bisnis ritel terbagi menjadi dua yaitu sektor pangan dan non pangan. Untuk yang sektor pangan mecakup kebutuhan makanan dan minuman seperti supermarket, gerai swalayanan 50% hingga 60% tentu, itu juga yang datang membelinya terbatas hanya kebutuhan pokok saja, tidak ada kebutuhan lain yang dibeli istilahnya impulsif buying mereka hanya datang untuk beli kebutuhan pangan pokok saja,” paparnya.

Apa yang dikatakan Roy memang benar adanya, akibat dari turunnya kemampuan konsumen dalam belanja. Turun drastisnya penghasilan mereka, membuat kemampuan produk di luar kebutuhan pokok ditekan habis-habisan.
Bisa dikatakan, bisnis yang tidak terlalu terganggu penjualannya di masa Covid-19 dengan PPKM-nya hanya bisnis kebutuhan pokok. Sebut saja beras, minyak goreng, santan, lauk pauk, cabai, sayur mayur, garam, air galon, bumbu-bumbuan, dan lainnya.

“Alhamdulillah, saya memilih bisnis kebutuhan pokok ini, karena yakin tidak akan terkena krisis apapun juga. Walau bagaimanapun orang butuh beras untuk makan, juga sambal untuk peneman nasi,” ujar Sabak, salah seorrang pedagang kebutuhan pokok harian.

Hal yang sama juga diakui pedagang kebutuhan sambal untuk makan nasi. Semuanya masih bisa bertahan, meski terjadi sedikit penurunan permintaan.

“Sekarang saya harus mengikat sayur dalam ikatan lebih kecil, agar harganya terjangkau. Secara warga lebih mengutamakan beli beras. Sayuran hanya pelengkap, jika mereka masih memiliki sisa belanja,” kata Uli, salah seorang pedagang sayur.

Senada dengannya, Arul, pedagang cabai dan barang-barang muda lainnya juga mengaku masih ada jual beli. Meski tidak selancar saat normal, setidaknya ia masih bisa bertahan.

“Walau bagaimanapuun cabai unsur utama dalam makanan. Meski mahal, akan tetap dibeli juga, sebagaimana layaknya beras. Cuma jumlahnya saja yang barangkali, disesuaikan dengan keuangan konsumen,” ujarnya.

Ritel Harus Bangkit