Menatap Nasib Usaha Ritel di Tengah Ketidakpastian Akhir Pandemi Covid-19

KULINER PINGGIR JALAN - D'Besto merupakan salah satu kuliner cepat saji yang kini banyak buka cabang dengan model sederhana ini di pinggir jalan-jalan utama. (hendri nova)

Hendri Nova
Wartawan Topsatu.com

“Maaf Pak, Bapak sudah vaksin ?” tanya satpam mall terkenal di Kota Padang, setelah mengukur suhu pengunjung yang datang siang itu.

“Belum Buk,” jawab si Bapak polos.

“Segera vaksin ya pak, karena masuk mall harus vaksin dulu. Nanti tiba-tiba ada pemeriksaan, Bapak bisa kena,” terang Satpam bernama Eli tersebut.

“Jadi saya pulang aja nih, ngak usah aja belanja?” si Bapak pun mau ambil ancang-ancang balik kanan.

“Kan saya ngak bilang begitu Pak, silahkan masuk Pak, mudah-mudahan saja ngak ada yang periksa-periksa hari ini.”
Eli sepertinya tersenyum, meski tak terlihat karena sebagian wajahnya tertutup masker. Hanya dari suara dan gerak mata, dipastikan Eli tersenyum ramah.

Bapak itu pun akhirnya bisa masuk mall. Sementara Eli kembali duduk di bangkunya, menunggu pengunjung berikutnya. Dari pagi dia berjaga, belum ada sampai 100 orang pengunjung yang datang. Padahal di masa belum ada Covid-19, mall tempatnya bekerja adalah mall paling sibuk dan ramai hingga tengah malam sampai akhir mall ditutup.

Ia pun menjadi saksi hidup, ketika satu persatu toko yang merupakan cabang ritel-ritel besar tutup di mall tersebut. Kini bisa dibilang yang masih buka usahanya hanya yang berjualan di lantai 1 dan 2. Sementara di lantai berikutnya, hanya satu dua saja yang buka. Usaha kuliner yang menjadi bintang sebelum ada Covid-19, hampir gulung tikar semuanya.
Ada banyak alasan yang digunakan pemilik usaha yang masih coba bertahan, dengan membiarkan tokonya tetap tutup. Pertama untuk menghindari pembayaran gaji harian karyawan, karena kadang satu hari tidak ada penjualan.
Tentu tak sedikit yang sudah merumahkan karyawan alias di PHK, karena pemilik sudah tak sanggup lagi membayar gajinya. Sedikitnya jumlah kunjungan ke mall dan ditambah lagi dengan penurunan daya beli konsumen, telah membuat banyak usaha mandiri maupun ritel bertumbangan.

Kini sudah jadi pemandangan umum di mall, di setiap toko yang masih tutup tertera selembar kertas berisi pengumuman dijual, dikontrakkan, dan juga over kontrak. Sayangnya, kalau tidak ada pengunnjung yang datang, siapa pula yang akan baca tawaran-tawaran tersebut.

Usaha Ritel Rontok

Fenomena banyaknya usaha ritel yang rontok berguguran, diakui Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy N Mandey, sseperti dikutip dari economy.okezone.com. Ia mengungkapkan sepanjang April sampai Juli ada 2.040 anggota ritel modern Aprindo yang sudah menutup gerainya. Artinya, ada sekitar 4 toko setiap hari yang tutup.
“Ini belum termasuk toko kelontong yang di ruko-ruko yang memang bukan anggota kami. Kemudian yang ada di daerah, tidak hanya di pusat provinsi saja. Ini belum termasuk itu,” ujarnya.

Roy mengatakan, sektor ritel saat ini hanya tinggal menghitung hari untuk beroperasi, jika tidak ada keberpihakan dari pemerintah. Di sisi lain, insentif yang diberikan juga belum maksimal. Menurut dia, ada satu insentif yang dikeluarkan pemerintah pada awal April, yaitu insentif PPN sewa. Namun biaya penghapusan pajak sewa di pusat perbelanjaan tidak berjalan optimal.