Masyarakat Asam Jujuhan Minta Kepastian Hukum

Warga Nagari Lubuk Besar dan Nagari Alahan Nan Tigo, Kecamatan Asam Jujuhan, Dharmasraya.

PULAU PUNJUNG – Perseteruan antara PT Tidar Kerinci Agung ( TKA) dan masyarakat Nagari Lubuk Besar dan Nagari Alahan Nan Tigo, Kecamatan Asam Jujuhan, Kabupaten Dharmasraya tak kunjung berujung. Masyarakat meminta pembangunan kebun plasma seluas 20 persen dari area yang diusulkan diluar kebun inti perusahaan.

Kendati sudah melalui proses belasan kali sidang di Pengadilan Negeri Pulau Punjung, Kabupaten Dharmasraya, tuntutan masyarakat belum juga menemukan titik terang. Pada hari Senin (6/6/2022) masyarakat Nagari Lubuk Besar dan Nagari Alahan Nan Tigo kembali mengikuti proses hukum di Pengadilan Negeri Pulau Punjung, Dharmasraya. Namun apa hendak dikata pihak pengadilan memutuskan untuk melanjutkan sidang beberapa hari ke depan.

Mendengar putusan pihak pengadilan ini, masyarakat tidak bisa berbuat banyak. Dengan wajah lesu mereka meninggalkan ruang sidang pengadilan tersebut.

“Kami benar- benar meminta kepastian hukum sehubungan dengan kewajiban perusahaan memberikan kebun plasma 20 persen kepada masyarakat,” ungkap Ardison Malayu Batuah didampingi Mawardi, Syafrizal dan sejumlah warga lainnya kepada Topsatu.com, usai menghadiri sidang.

Katanya, proses sidang antara masyarakat Nagari Lubuk Besar dan Nagari Alahan Nan Tigo, Kecamatan Asam Jujuhan dengan PT TKA sudah bejalan belasan kali. Sebelumnya pada tanggal 21 Pebruari 2022 sudah dilakukan mediasi perkara perdata Nomor 10/Pdt.G/2021/Plj antara, Burhanuddin Ninik Saga Jantan sebagai penggungat 1, Doni Vendra Dt Malayu Batuah Dkk sebagai penggungat II, Jamaris Dt Rajo Batuah Dkk sebagai penggungat III dan PT Tidar Kerinci Agung Dkk sebagai tergugat.

“Dalam mediasi tersebut sudah diputuskan beberapa kesepakatan dengan syarat- syarat dan ketentuan- ketentuan. Pasal I PT TKA bersedia memfasiltasi pembangunan kebun plasma untuk masyarakat tempatan seluas 20 persen dari area yang diusahan diluar kebun inti. Pasal 2 pembangunan kebun plasma untuk masyarakat sebagaimana yang dimaksud pada pasal 1 tersebut mengacu pada pola kredit sesuai dengan ketentuan peraturan per undangan- undangan. Pasal 3 apabila dalam jangka waktu satu sampai tiga tahun, sejak HGU diterbitkan pembangunan plasma tidak diselesaikan seluruhnya, maka perusahaan wajib memberikan kekurangannya yang diambilkan dari kebun inti HGU PT TKA untuk dijadikan sebagai kebun bagi masyarakat. Dan Pasal 4 pembangunan kebun plasma sebagaimana dimaksud pasal 1, harus memenuhi standar kelayakan sesuai dengan hasil studi kelayakan perkebunan,” terangnya.

Lanjut Ardison Malayu Batuah, surat kesepakatan perdamaian tersebut sudah ditandatangani para pihak sesuai hukum berlaku.

“Namun secara sepihak PT TKA tidak merealisasikan atau membatalkan surat perdamaian tersebut,” terangnya.

Mawardi dan Syafrizal menambahkan, sebelum surat kesepakatan perdamaian tersebut disepakati para pihak. PT TKA memberikan konpensasi kepada masyarakat senilai Rp 900 ribu per bulan per KK sebanyak 586 KK.

“Setelah surat kesepakata perdamaian disepakati pihak PT TKA mentiadakan konpensasi. Dan sekarang surat kesepakatan perdamaian pun dibatalkan secara sepihak. Kami meminta kepastian hukum,” pungkasnya.( roni)