Laporan HPN Medan (3): “Duo Doktor Amir” Bicara Tentang Organisasi PWI

MEDAN.

Dua orang wartawan anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) bergelar bergelar doktor tampil memberikan pencerahan kepada sejumlah ketua umum PWI dan ketua Dewan Kehormatan Propinsi (DKP) se Indonesia di Mercure Hotel, malam (7/2) kemaren. Acara yang dimulai setelah jamuan makan malam, disebut pembawa acara silaturrahmi santai di sela sela agenda HPN yang berlangsung 7 -9 Februari.

Keduanya doktor itu sama sama bernama Amir, yaitu DR. H. Amiruddin dari PWI Sumatera Barat (Sumbar) dan DR Amir dari PWI Sulawesi Selatan (Sulsel).

Hadir pada acara itu Ketua Umum PWI Pusat Attal S Depari dan beberapa pengurus PWI Pusat diantara Zulkifli Gani Otto (Wakil Ketua Bidang Organisasi) ketua umum PWI Sumut Farianda, ketua umum PWI Sumbar DR. H. Basril Basyar MM lengkap dengan pengurusnya dan beberapa tokoh pers asal Sulawesi Selatan.
Acara itu disebut oleh pembawa acara sebagai acara silaturrahmi dan bincang bincang santai tentang organisasi PWI.

Sebelum kedua Amir menyampaikan pencerahannya, ketua Umum PWI Pusat Attal S. Depari menyampaikan sambutan singkat nya tentang silaturrahmi itu. “Silakan bincang bincang santai, kita menuju hari puncak HPN 9 Februari besok” katanya.

Setelah itu DR. Amiruddin menyamai paparannya, yang ia mulai tejyang aturan aturan UU Pers, Kode Etik dan PD PRT. “Namun dalam masih terdapat kekurangan dan kelemahan. Tak ada negara yang bisa atur semua aktifitas manusia di dunia ini” kata Amir
Namun dia menegaskan, kekurangan itu harus kita sempurnakan.
Kita PWI akan melaksanakan kongres, kekurangan itu kita sempurnakan diwaktu kongres bulan September” katanya.

Akibat kekurangan itu maka muncullah persoalan dalam keorganisasian PWI ini , dia mencontohkan salah satu penyebabnya adanya kegagalan sebagian kita memahami PDPRT, kata Amir.
“Pasal 26 PDPRT , membuat hampir setiap konprensi PWI propinsi ada kisruh.
Yang terbaru di Sumbar Juli 2022 lalu, tapi anehnya pada saat konfrensi semua peserta menikmati konfrenprof, tidak ada protes semua berjalan baik” jelasnya.

Menurut Amir, seharusnya tak persoalan jika bisa memahami masa jabatan ketua PWI tak boleh lebih dari 2 kali berturut turut. “Yang terjadi di Sumbar itu, pak Basril tidak lebih 2 kali berturut turut , karena selingan jabatannya. Anak SMP saja paham mana yang berturut turut” katanya..

Selain itu tak boleh pengurus partai politik, partai terafiliasi, lembaga pemerintah.
Yang dimaksud itu pengurus lembaga pemerintah, maksudnya pemegang jabatan. “Pak Basril tidak memegang jabatan pemerintahan, kalau di kampus itu dekan, dia hanya dosen” ujarnya.

Pada waktu pemilihan Basril Basyar menyerahkan surat pernyataan pengunduran dirinya, waktu itu masalah. “Tidak ada kawan kawan protes, semua berjalan mulus dan lancar lancar saja, sebenarnya tak ada surat tak masalah” kata Amir lagi. dia telah memegang 2 x jabatan berturut, kemudian memegang jabatan ketua DK. Dia PNS sejak dulu, karena itu kawan2 tidak ada yang protes.

Dalam kesempatan itu pakar hukum Amiruddin juga menegaskan bahwa Kode Prilaku tidak bisa diterapkan kepada Basril Basyar .”BB ini sudah menjadi wartawan jauh hari sebelum kode prilaku itu muncul, lagi pula kode prilaku itu sah” ujarnya.

Pembicara kedua, DR Amir dari Sulawesi Selatan juga sepakat dengan Amiruddin. Malahan pakar hukum di Sulawesi Selatan ini lebih keras dan menyatakan persoalan PWI Sumbar itu bisa dibawakan ke ranah hukum.