Kendaraan Listrik Meraja, Indonesia Merdeka dari Energi Kotor

Energi Terbarukan, energi masa depan Indonesia, (dok.iesr.or.id)

Pindah ke Kendaraan Listrik

Begitu bahayanya akibat yang ditanggung karena terus bergantung pada energi fosil, maka harus ditegaskan untuk pindah secepatnya ke energi terbarukan. Untuk kendaraan, tentunya harus segera pindah menggunakan kendaraan listrik.

Sayangnya, masih menurut laporan yang dirilis di iesr-id.wixsite.com, sejauh ini strategi mitigasi GRK dari sektor transportasi, masih terbatas pada pemanfaatan bahan bakar nabati (BBN) yang dicampur dengan Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam bentuk biodiesel.

Efektivitas pemanfaatan BBN dalam menurunkan emisi GRK Indonesia juga masih perlu dikaji lebih lanjut, dengan mempertimbangkan nilai emisi netto (netemission) dari seluruh rantai produksi biodiesel yang berasal dari crude palm oil (CPO).

Indonesia telah memberikan komitmen penurunan emisi GRK sebesar 29% dengan usaha sendiri dan dapat ditingkatkan menjadi 41% dengan bantuan internasional pada 2030, sebagaimana yang dituangkan dalam Nationally Determined Contribution (NDC). Walaupun dirasakan target ini cukup ambisius, menurut kajian Climate Action Tracker (CAT), komitmen Indonesia dalam NDC tersebut masih dianggap belum selaras dengan target tujuan Paris Agreement (Climate Action Tracker, 2019a).

CAT menyarankan untuk mencapai target penurunan emisi GRK yang sesuai dengan Paris Agreement maka Indonesia harus meningkatkan ambisi aksi perubahan iklim di sektor kelistrikan dan transportasi. Di sektor transportasi, peningkatan penggunaan kendaraan listrik untuk kendaraan dan kereta dapat menurunkan emisi GRK sebesar 69 MtCO2e (Climate Action Tracker, 2019b).

Transportasi melalui peningkatan penggunaan kendaraan listrik untuk transportasi darat di Indonesia sesuai dengan kondisi empiris saat ini.

Untuk mendorong penetrasi kendaraan listrik yang lebih tinggi dan mempercepat adopsi teknologi kendaraan listrik oleh konsumen, dibutuhkan kombinasi kebijakan fiskal dan non-fiskal yang mendukung dari pemerintah. Kebijakan fiskal diperlukan untuk menurunkan harga kendaraan listrik serta biaya kepemilikan
total, sedangkan instrumen kebijakan nonfiskal dapat meningkatkan daya tarik konsumen untuk mengakuisisi kendaraan listrik.

Pengalaman di berbagai negara di dunia menunjukkan bahwa penetrasi
kendaraan listrik, ditopang oleh penerapan berbagai kebijakan di sektor energi dan industri, serta pemberian instrumen fiskal
dan non fiskal untuk mengembangkan sektor hulu (industri kendaraan listrik) dan hilir (pasar kendaraan listrik).

Berbagai jenis instrumen kebijakan telah diterapkan dan berhasil mendorong akuisisi kendaraan listrik. Integrasi kebijakan hulu dan hilir ini diperlukan untuk menjamin ketersediaan pasokan kendaraan listrik yang sesuai dengan kondisi pasar domestik, sekaligus
menjadi alternatif dari industri otomotif konvensional yang akan tergerus dengan adanya peningkatan permintaan kendaraan listrik.

Pada kondisi Business As Usual (BAU), penetrasi teknologi mobil listrik (HEV, PHEV dan BEV) akan tertahan di bawah 1% hingga 2050. Mobil listrik tidak dapat bersaing dengan mobil konvensional dengan kondisi yang ada saat ini.