Kendaraan Listrik Meraja, Indonesia Merdeka dari Energi Kotor

Energi Terbarukan, energi masa depan Indonesia, (dok.iesr.or.id)

Peneliti CREA menyebut partikel-partikel yang dibuang dari penggunaan bahan bakar fosil mengakibatkan 4,5 juta kematian setiap tahun di dunia, termasuk di antaranya 1,8 juta kematian di China, dan 1 juta di India.

Angka itu sejalan dengan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang memprediksi 4,2 juta kematian setiap tahun terkait dengan polusi udara di permukaan tanah, seperti kanker paru-paru, hingga infeksi saluran pernafasan akut.

“Polusi udara dari bahan bakar fosil adalah ancaman bagi kesehatan kita dan ekonomi kita, yang merenggut jutaan nyawa dan menelan biaya hingga triliunan dolar AS,” terang Minwoo Son, Juru Kampanye Udara Bersih di Greenpeace Asia Timur.

Secara total, ia memperkirakan kerugian akibat polusi udara dari bahan bakar fosil pada 2018 lalu mencapai US$2,9 triliun.

Indonesia Terdampak

Laporan CREA menjelaskan polutan yang paling mahal adalah bahan partikel halus mikroskopis (PM 2.5), yang menyumbang lebih dari US$2 triliun per tahun dalam kerusakan, diukur dengan dampak kesehatan dan kematian dini.

Rincian global untuk kematian dini setiap tahun adalah 500 ribu orang akibat NO2, satu juta kematian akibat ozon, dan 3 juta akibat PM 2.5.

Sekitar 40 ribu kematian anak setiap tahun sebelum mereka berulang tahun ke-5 akibat polutan PM 2.5 yang menembus jauh ke dalam paru-paru, masuk ke aliran darah, dan membuat masalah pernafasan kardiovaskular. Pada 2013, WHO mengklasifikasikannya sebagai penyebab kanker.

Jangka menengah jumlah kematian dini akibat polusi udara dari bahan bakar fosil meliputi 398 ribu orang di Uni Eropa, 230 ribu orang di AS, 96 ribu orang di Bangladesh, dan 44 ribu orang di Indonesia.

Secara global, WHO menyebut polusi udara menyumbang 29 persen dari total kematian di dunia akibat kanker paru-paru, 17 persen dari infeksi saluran pernafasan akut, serta dari stroke dan penyakit jantung.

Sementara laporan yang dirilis iesr-id.wixsite.com menyebutkan, sektor transportasi menyumbang 28% dari total emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di sektor energi pada 2018,yang sumber utamanya berasal dari transportasi jalan (Climate Transparency, 2019).