Kembali ke Masa Lalu dengan Peninggalan Tradisi Tabuah di Museum Budaya Terbuka Istano Basa Pagaruyung

Tabuah disisi Istano Basa Pagaruyung. (yusnaldi)

BATUSANGKAR – Bagi masyarakat Minangkabau tabuah atau beduk merupakan tradisi lama yang menjadi penanda dan pengingat waktu untuk melaksanakan ibadah.

Dalam tradisi kala itu tabuah juga dipakai di lembaga nagari dan adat untuk menyampaikan informasi hingga peristiwa balabencana.

Fakta atas tradisi ini pun dapat dijumpai di museum terbuka Istano Basa Pagaruyung, yang menyimpan rangkaian panjang sejarahnya.

Menurut Israr, 2000, bahwa tradisi tabuah merupakan sejarah yang panjang dan berkaitan antara tebueh di Istano Basa dan tabuah di masjid serta surau menyampaikan waktu shalat dan informasi akan terjadinya sesuatu atau kegiatan.

Tradisi tabuah di Minangkabau nyaris telah hilang, saat masjid dan surau telah memiliki sound atau pengeras suara.

Tapi, tabuah di Istano Basa menunjukan tradisi itu tetap ada. Bila menyaksikannya seakan kembali ke masa lalu.

Makanya, program museum budaya terbuka Istano Basa mengajak siapa saja untuk datang menyaksikan tradisi masa lalu.

Berada disisi kiri Istano Basa dengan bangunan rumah bagonjong kecil.

Tabuah ada dan lestari di Istano Basa, tabuah larangan merupakan sebuah gendang dibuat dari kulit sapi atau kulit kambing.

Tabuah biasanya digunakan sebagai penanda masuknya waktu shalat di surau atau masjid.

Tabuah ditabuh dengan menyampaikan pengumuman dan pemberitahuan pada semua orang.

Di Istano Basa tabuah larangan dibagi dua, yakni tabuah manggaga dibumi yang berfungsi untuk menyampaikan pengumanan dan pemberitahuan kepada masyarakat.

Ditabuh apabila terdapat peristiwa yang besar seperti bencana alam, kebakaran, tanah longsor, perang penyerangan dan sebagainya.

Kedua, tabuah mambang diawan berfungsi menyampaikan pengumuman dan pemberitahuan pada Basa Nan Ampek Balai, Rajo Tigo Selo untuk mengadakan musyawarah, serta untuk menyapaikan berita gembira. (yusnaldi)