Opini  

Karya Sastra Lama di Kalangan Generasi Abad-21: Hanya Kenal Sepintas di Buku Pelajaran

Edgar Allan Poe, seorang penulis legendaris dan karyanya yang rilis tahun 1838 (sumber : Britannica.id)

Oleh : Khairina Rahmadila (Mahasiswi Sastra Inggris Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas)

Masyarakat secara luas di seluruh dunia mengalami banyak perubahan dalam setiap aspek kehidupan mereka seiring perkembangan zaman. Banyak sekali perubahan yang menjadi hal penting dan utama yang mesti dibahas, seperti ekonomi dan politik suatu negara. Namun, bagaimana dengan aspek lain seperti bidang pendidikan. Lebih jauh lagi jika kita membahas tentang sastra, apakah generasi saat ini menyadari minimnya atensi di bidang sastra?

“Tidak, saya belum pernah benar-benar membaca karya sastra lama secara lengkap, tapi saya rasa saya pernah membaca sedikit karya sastra lama seperti yang dikutip dalam buku-buku pelajaran,” ujar Aisha Fadhillah (18), salah seorang mahasiswi Farmasi Universitas Andalas saat ditanya mengenai pengetahuannya tentang karya sastra lama, Selasa 3 Oktober 2023 di gedung perkuliahan Universitas Andalas.

Apakah generasi zaman sekarang benar-benar tidak tertarik pada karya sastra lama? Benarkah karya sastra lama mulai dilupakan karena dinilai ketinggalan zaman? Terutama pada karya sastra lama yang bisa dibilang legendaris dari mancanegara. Kita ambil contoh karya sastra karangan Edgar Allan Poe. Poe sendiri adalah penulis cerpen, puisi, dan novel legendaris dari Amerika. Karyanya paling terkenal bergenre horor misteri dan petualangan yang menegangkan sekitar abad ke-19. Banyak sekali karya Poe yang telah dikenal dunia, bahkan beberapa diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan sering kali dijadikan sebagai penampilan monolog dalam teater.

Lantas, apakah karya legendaris tersebut semakin tidak dikenal oleh generasi saat ini? “Sebenarnya, saya pun tidak membaca keseluruhan isi buku, tapi berdasarkan yang telah saya baca, banyak cerita yang menarik dari buku itu. Penulisnya memberikan kita beragam cerita dalam satu buku, jadi tidak terasa membosankan,” ungkap Ella (56) sebagai salah satu pembaca buku karangan Edgar Allan Poe. Buku karangan Poe yang dibacanya berjudul “The Tale of Mystery and Imagination” yang berisi kumpulan cerita pendek fantasi misteri.

Dalam buku tersebut terdapat kumpulan cerita pendek yang beberapa di antaranya telah diterjemahkan dan ditampilkan sebagai monolog, seperti karya yang berjudul “The Raven” atau diterjemahkan menjadi “Sang Gagak”, serta “The Tale-Tell Heart” atau diterjemahkan menjadi “Hati yang Meracau “.

Sepertinya, karya sastra lama memang mulai terlupakan seiring dengan berjalannya waktu dan perubahan zaman. Hal ini dikarenakan minat baca yang mulai menurun pada generasi sekarang. Tak hanya itu, generasi khususnya yang tengah berada di fase remaja mulai memasuki era baru dalam literasi. Contohnya saja untuk novel. Saat ini novel tak harus lagi berupa lembaran kertas, tapi sudah tergantikan dengan buku elektronik yang bisa diakses oleh siapapun dan dimanapun lewat telepon pintar atau gadget lainnya.

Memang masih sangat banyak generasi muda yang gemar membaca novel dan karangan lainnya. Namun, bagaimana perkembangan zaman merubah pandangan mereka tentang karya sastra lama? Apa yang sebenarnya menjadi masalah kenapa karya sastra lama mulai terlupakan? Tentunya ada berbagai alasan tertentu yang menjadi pembeda dalam karya sastra seiring perkembangan zaman.

“Saya pikir karya sastra lama sedikit lebih sulit dipahami karena menggunakan kalimat aksara atau gaya penulisan yang berbeda dengan karya sastra zaman sekarang,” seperti itulah tanggapan Aisha (18) sebagai generasi muda yang pernah membaca kutipan karya sastra lama jika dibandingkan karya novel-novel di zaman sekarang.

Di mata generasi muda, bahkan para penulis di zaman sekarang, objek atau fokus utama sebuah karya terkadang hanya sebatas kesenangan pembaca terkait dengan genre tertentu. Tidak lagi memerhatikan penggunaan bahasa maupun gaya penulisan seperti yang telah berkembang sejak adanya karya sastra lama.

Sangat disayangkan bila karya sastra lama mulai ditinggalkan pada kehidupan sekarang. Hal ini mestinya menjadi perhatian secara khusus. Bukan hanya mahasiswa atau beberapa orang yang memang bergelut di bidang sastra saja yang seharusnya mengetahui dan mempelajari karya sastra lama. Tak hanya karya Edgar Allan Poe, namun juga karya sastra Indonesia. Mengingat betapa mengagumkannya karya-karya tersebut. Karya sastra lama dengan gaya penulisan seperti dalam karangan Edgar Allan Poe mungkin memang sedikit lebih sulit dipahami oleh generasi saat ini. Namun sebenarnya, dengan perhatian lebih, kita dapat merasakan kesenangan dan ketegangan dalam cerita yang disuguhkan.

Menurut salah seorang Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang, Yunita Engriani, SE, MM (39), yang sempat diwawancarai beberapa waktu lalu, meski tak bisa memberi tanggapan secara khusus, ia berpendapat bahwa generasi muda sejatinya bisa mendapat banyak sekali pelajaran dan manfaat dari membaca karya-karya sastra lama. Terutama bagi para penulis muda atau pendatang baru yang ingin berusaha untuk berkembang menjadi penulis andal.

Dapat kita lihat dengan jelas, dampak perubahan dan perkembangan zaman tak hanya berdampak bagi aspek-aspek kehidupan namun juga terhadap karya-karya yang diciptakan manusia. Pelajaran tentang sastra lama memang dirasa tidak wajib bagi sebagian orang, namun hal itu tak harus menjadikan karya sastra lama sebagai sejarah yang ditinggalkan. Karya sastra lama sejatinya memiliki aspek-aspek yang sama dengan karya sastra saat ini, hanya saja telah banyak perubahan gaya seiring perkembangan zaman. Kita bahkan masih bisa terus menikmati setiap karya lama maupun yang terbaru sebagai hiburan dan pembelajaran yang berguna.

Edgar Allan Poe mungkin memang tidak terlalu diingat oleh generasi muda Indonesia meskipun menyandang tittle “Bapak Cerita Detektif”. Namun, masih ada begitu banyak sastrawan Indonesia yang tak boleh dilupakan dan rasanya berhak untuk selalu dikenang, karena lewat sastra pula lah Indonesia berkembang dan terangkai dalam sejarah Indonesia. (Padang, 13 Oktober 2023)