Janjang di Museum Terbuka Istano Basa Pagaruyung Lambang Demokrasi Minangkabau

Janjang Istano Basa Pagaruyung. (ist)

BATUSANGKAR – Bila hendak menaiki Istano Basa Pagaruyung tentu harus menaiki janjang dengan anaknya beberapa tingkatan.

Jenjang ini tepat di mulut paling depan museum budaya terbuka Istano Basa. Pada halaman utama menghampar jalan batu tertata rapi dengan beberapa jenjang hingga ke arah gerbang.

Terbuat dari kayu kokoh, janjang ini menjadi pintu masuk dan keluar saat manapaki hingga ke tingkat atas istano.

Janjang dengan anak janjang, tanggo, dan tangan-tangan janjang adalah jalan atau sarana masuk ke dalam bangunan Istano Basa dan mewakili serta melambangkan sistem demokrasi Minangkabau yang disalurkan melalui mufakat dengan prosesnya dikenal dengan “Bajanjang naiak batanggo turun”

Mengutip buku Panduan Istano Basa Pagaruyung ditulis tim Dispersnibud Tanah Datar 2004 dan H. DJ. Dt. Bandari LB Sati 1988, Falsafah Arsitektur Istano Pagaruyung menjelaskan istilah ini mempunyai dua kelompok kata dua makna yang berbeda keduanya adalah “bajanjang naiak” “batanggo turun”.

Bajanjang naiak mewakili proses yang segala-galanya dimulai dari tingkat paling bawah dalam kehidupan adat Minangkabau.

Akan terwujud dalam tingkatan mufakat sebagai kamanakan bermufakat dengan mamak, kemudian mamak dalam sebuah kaum bermufakat bersama tungganai dibawah pimpinan penghulu kaum.

Penghulu kaum bermufakat ditingkat nagari dalam pertemuan ampek angkek suku (Kerapatan Adat Nagari), seterusnya dengan penghulu luhak dan akhirnya bermufakat dengan Lareh – Bodi Caniago yang merumuskan dan mengusulkan tuntunan rakyat dalam bentuk rancangan undang-undang pada Lareh Koto–Piliang.

Batanggo turun mewakili proses demokrasi yang segala-galanya dimulai dari tingkat paling atas, diteruskan ketingkat lebih rendah.

Disini akan berkaitan dengan penyebaran kebijaksanaan dan keputusan pemerintah pusat yang telah lebih dahulu menjadi keputusan atau hasil mufakat dalam bentuk usulan dari semua pihak mulai dari tingkat paling bawah ke tingkat paling atas dengan demikian proses demokrasi yang dinamakan “batanggo turun” adalah kebalikan dari proses demokrasi “batanggo naiak”.

Kemudian, anak janjang Istano Basa ada 11 buah. Keberadaan janjang melambangkan kedudukan empat keselarasan Koto Piliang dan empat keselarasan Budi Caniago.

Sedangkan tiga melambangkan kedudukan Rajo Nan Tigo Selo, yaitu: Rajo Adat, Rajo badat, dan Rajo Alam.

Lalu tanggo adalah selembar kayu vertikal antara anak janjang ke anak janjang yang lebih rendah, ia mewakili kekuatan keputusan mufakat pada masing-masing tingkat mufakat yang disahkan dan diperkuat oleh keputusan pimpinan disetiap tingkat pemerintahan.

Ada tangan-tangan janjang mewakili dan melambangkan norma-norma dalam pelaksanaan demokarasi melalui mufakat, norma-norma tersebut harus dilandasi oleh langgam adat, undang-undang luhak dan agama Islam untuk mencapai hasil yang maksimal sekaligus menghindari masyarakat dan kerajaan dari jurang kehancuran sebagai akibat hasil-hasil proses demokrasi tidak mengikuti norma-norma. (yusnaldi)